Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengungkap Doa “Politik” Muhammad Syafi’i di Sidang Tahunan MPR 2016

21 Agustus 2016   21:21 Diperbarui: 21 Agustus 2016   21:29 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Justru kekuatan dan inti sebuah doa ada pada keikhlasan seseorang yang memanjatkannya, bukan isi dan ungkapan doa yang diinginkannya. Keikhlasan merupakan media kekuatan yang sanggup membuat “sambungan langsung” kepada Tuhan tanpa perantara. Inilah inti dari kekuatan sebuah doa yang dipanjatkan. Mengkritik sebuah doa adalah sama dengan melakukan kritik terhadap Tuhan, karena setiap doa yang dipanjatkan adalah khusus kepada Tuhan bukan yang lain.

Dalam bait doa yang lainnya, Syafi’i membacakan: “Wahai Allah, memang semua penjara overcapacity,tapi kami tidak melihat ada upaya untuk mengurangi kejahatan karena kejahatan sepertidiorganisir, ya Allah. Kami tahu pesan dari sahabat Nabi Nuh bahwa kejahatan-kejahatan ini bisa hebat bukan karena penjahat yang hebat, tapi karena orang-orang baik belum bersatu atau belum mempunyai kesempatan di negeri ini untuk membuat kebijakan-kebijakan yang baik yang bisa menekan kejahatan-kejahatan itu”

Ini merupakan ungkapan kegelisahan banyak pihak bahwa kejahatan di negeri ini memang sudah sedemikian rupa terorganisir dengan baik. Sehingga penjara semakin penuh, sekaligus penjahat semakin banyak. Orang-orang baik masih cenderung sebagai kelompok “diam”, meskipun diam juga merupakan ungkapan bahasa yang tidak dibunyikan secara gramatikal. Bait-bait doa dalam hal ini justru memberikan dukungan kepada pemerintah agar lebih banyak membuat kebijakan-kebijakan yang pro rakyat bukan pro penjahat.

Tidak ada ungkapan yang salah dari sebuah doa yang dipanjatkan Muhammad Syafi’i disaat Sidang Tahunan MPR 2016 yang lalu. Yang perlu ditegaskan adalah soal keihklasan seseorang disaat memanjatkan doa tersebut kepada Tuhannya. Lagi pula, “ikhlas” merupakan aspek teologis yang berada dalam wilayah transendental, bukan wilayah pemahaman dalam rasio kemanusiaan. Ukuran ikhlas atau tidaknya adalah hak prerogratif Tuhan yang akan menilai, rasio manusia tidak akan sanggup menembusnya. 

Setiap doa-doa yang dipanjatkan oleh manusia-pun adalah hak Tuhan untuk menjawab dan mengabulkan setiap doanya, karena dikabulkannya sebuah doa oleh Tuhan adalah sebagaimana persepsi Tuhan bukan berdasarkan persepsi manusia. Oleh karena itu, berdoalah kepada Tuhan, karena doa adalah kekuatan batin manusia yang sangat besar, lebih besar kekuatannya dari setiap kekuatan fisik yang dimiliki manusia.

Wallahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun