Masyarakat hanya diberikan sedikit informasi yang sifatnya umum dan terbuka, karena informasi politik yang sifatnya tertutup dan khusus cenderung “disakralkan” oleh elit dan tidak boleh “tersentuh” oleh realitas publik. Padahal, iklim berdemokrasi yang seharusnya sudah terbangun di negeri ini dan bisa diwujudkan, ternyata masih bersifat “semu” karena segala sesuatunya ditentukan dan diarahkan oleh segelintir orang yang duduk sebagai elit dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini seakan-akan menjadikan wilayah politik bagaikan wilayah yang tak terjangkau oleh masyarakat bawah, sehingga masyarakat hanya bisa berangan-angan karena politik kekuasaan bagi mereka hanyalah wilayah “abu-abu” yang sulit ditembus karena kuatnya hegemoni elit. Keberadaan elit politik yang semestinya dapat membuka ruang edukasi politik yang lebih baik untuk masyarakat malah mengkondisikan masyarakat terjebak dalam orientasi ketokohan dan miskin stok kepemimpinan.
Para elit parpol sudah seharusnya membuka ruang politik yang lebih luas kepada masyarakat melalui edukasi politik, baik itu memberikan pemahaman mengenai desakralisasi politik kepada publik, menjaring pemimpin politik by design bukan by accident, melakukan marketing politik sebagai bentuk pemberdayaan (empowering) masyarakat sehingga seluruh elemen masyarakat dapat terjun aktif dalam memaknai kekuasaan politik, tidak hanya sekedar menjadi penonton dan penggembira bagi segelintir elit politik.
Dominasi elit yang terlalu besar dalam parpol, hanya menjadikan parpol sulit memberikan edukasi politik kepada publik dan akhirnya mereka kehabisan stok pemimpin politik yang terlahir by design dan secara tidak langsung menyuguhkan program-program kerja yang “miskin” perubahan.
Wallahu a’lam bisshawab
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI