Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengukur "Positioning" Koalisi Parpol dalam Pilkada Jakarta

13 Agustus 2016   10:15 Diperbarui: 13 Agustus 2016   12:58 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Momentum gelaran Pilkada Jakarta nampaknya sudah memperlihatkan diferensiasi kekuatan politik dengan munculnya dua koalisi parpol yang memposisikan dirinya sebagai pengusung masing-masing  kandidat cagub DKI Jakarta. Golkar, Nasdem dan Hanura disatu sisi sudah lebih dulu mendukung pejawat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kemudian mendeklarasikan dirinya dengan menyebut koalisi mereka sebagai “Koalisi Kerakyatan”. 

Sedangkan disisi lain muncul kekuatan koalisi lebih gemuk yang didukung tujuh parpol: PDI-P, Gerindra, PKB, PKS, PAN, Demokrat dan PPP dengan menyebut koalisi mereka dengan “Koalisi Kekeluargaan”. Meskipun koalisi parpol yang disebut terakhir hingga saat ini belum secara resmi menetapkan siapa kandidat yang akan diusung pada kontestasi politik di Ibu Kota nanti. 

Memang terdapat beberapa nama yang sudah semakin menguat dalam benak publik, seperti Tri Rismaharini (Risma), Sandiaga Uno atau Anies Baswedan,  namun keputusan siapa yang akan maju sebagi cagub DKI Jakarta masih harus menunggu restu dan waktu.

Agak sulit ketika menjelaskan mengapa kedua kubu koalisi ini menamakan koalisi mereka dengan nama “kerakyatan” dan “kekeluargaan”. Koalisi Kekeluargaan yang dibentuk oleh tujuh parpol lebih dahulu dideklarasikan sebagai pesaing dari cagub petahana Ahok. Sedangkan Koalisi Kerakyatan yang telah lebih dahulu mengusung Ahok dalam kontestasi politik Jakarta justru belakangan mendeklarasikan nama koalisinya. Bisa jadi kelompok koalisi parpol ini sedang melakukan diferensiasi terhadap positioning mereka dihadapan publik. 

Munculnya istilah “kerakyatan” dan “kekeluargaan” mungkin saja agar publik sebagai konsumen politik dapat lebih mudah mengidentifikasi dan tidak merasa indiference (tidak ada bedanya) karena banyaknya parpol pendukung yang ada. Publik pada akhirnya akan lebih mudah mengalihkan kecenderungan dukungan politiknya kepada kelompok koalisi mana mereka condong.

Sebagaimana halnya dalam dunia marketing, dikenal istilah positioning yakni upaya menanamkan kesan kepada publik mengenai produk atau jasa dari sebuah organisasi atau perusahaan bersangkutan ketika akan menjual produknya. Dengan melakukan aktivitas positioning, konsumen akan lebih mudah mengidentifikasi sebuah produk atau jasa yang dihasilkan dari masing-masing perusahaan tersebut. 

Dalam konteks Pilkada Jakarta, Koalisi Kerakyatan yang disematkan kepada tiga parpol pendukung Ahok seakan ingin memberikan kesan atau image kepada publik bahwa kekuatan politik mereka didukung dan dibangun atas dasar keinginan rakyat, bukan atas dasar keinginan elite parpol semata. 

Sedangkan Koalisi Kekeluargaan yang dibangun oleh kekuatan tujuh parpol juga hendak memberikan positioning sebagi bentuk kedekatan dan kebersamaan seperti dalam keluarga sehingga publik bisa merekam image politiknya bahwa mereka ada, dekat, selalu bersama dan peduli layaknya sebagai sebuah keluarga. Yang jelas, masing-masing dari dua kekuatan koalisi parpol ini melakukan serangkaian aktivitas positioning dalam upaya membentuk serangkaian image politik kepada publik.

Pilkada Jakarta yang tinggal beberapa bulan lagi akan digelar sepertinya menjadi magnet politik bagi siapapun, bahkan hampir seluruh emosi politik seakan tumplek blek di Pilkada Jakarta, padahal Pilkada ini bersifat lokal dan biasanya hanya bisa menarik bagi perpolitikan skala lokal untuk wilayah tertentu saja. 

Meski demikian, sudah tampak jelas semakin mengerucutnya peta kekuatan politik yang dibangun parpol dalam rangka memenangkan kontestasi politik di DKI Jakarta nanti. Lalu bagaimana melihat peluang dua kekuatan koalisi parpol ini dalam Pilkada Jakarta? 

Secara hitung-hitungan politik, rasionalisasinya adalah kubu yang didukung oleh banyak parpol pasti akan mudah memenangkan kontestasi karena kekuatan mesin politik mereka dalam mendulang suara lebih mudah diprediksi dibanding kubu yang didukung oleh kekuatan parpol yang lebih sedikit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun