Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kewarasan Berpikir KPK di Kasus Sumber Waras

15 Juni 2016   10:37 Diperbarui: 15 Juni 2016   12:36 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sedemikikan lama, kasus persoalan Sumber Waras yang sempat menjadi polemik di ranah publik karena adanya perbedaan hasil audit yang dilakukan BPK dan hasil investigasi yang dilakukan oleh KPK tentang ada tidaknya indikasi korupsi di dalamnya, kini sudah mulai terang persoalannya. 

KPK telah memberikan notifikasi kepada publik, bahwa kasus Sumber Waras tidak ada indikasi korupsi. Bagi sebagian masyarakat, ini adalah keputusan yang membahagiakan sekaligus menjadi kabar baik, dimana kasus Sumber Waras sejauh ini ternyata merupakan hasil ketidakwarasan berpikir investigatif para punggawanya yang berdinas di BPK. Mereka tentunya sangat berterima kasih kepada KPK, karena sebagai lembaga anti-rasuah memiliki legalitas untuk menjamin kepada publik bahwa kasus Sumber Waras dijamin tidak ada praktek “akal-akalan” yang terang-terangan “menilep” uang negara.

Dengan alasan terlalu banyak “tekanan”, KPK memutuskan untuk mengumumkan soal kasus Sumber Waras dihadapan para Wakil Rakyat, tidak dihadapan rakyat sekaligus. Dipilihnya Wakil Rakyat hanya sebagai simbol bahwa mereka merupakan sekelompok warga negara yang “netral” ketika menyikapi persoalan korupsi, berbeda dengan rakyat yang selalu kritis menyikapi korupsi. 

Memang sebuah preseden baru bahwa KPK belum pernah satu kalipun mengungkap hasil investigasinya mengenai kasus-kasus korupsi di depan para Wakil Rakyat sebagaimana dilakukan pada pengungkapan kasus Sumber Waras. Saya tidak tahu, apa pertimbangan yang diambil oleh KPK sehingga kasus Sumber Waras yang tidak begitu spesial dibanding kasus korupsi sekretaris MA justru harus dibeberkan didepan anggota Komisi III DPR.

Sebenarnya, kasus seperti Sumber Waras atau Reklamasi yang sarat dengan gesekan-gesekan politis, sudah sangat mudah ditebak oleh publik, akan diapakan kasus ini oleh KPK. Saat ini, kasus Sumber Waras sudah dianggap “clear” oleh KPK, tinggal menyusul kasus lainnya yang segera juga akan diselesaikan proses investigasinya dan tentu saja tidak pernah ada indikasi korupsi didalamnya. KPK dan seluruh jajaran pimpinannya mempunyai kewenangan penuh terhadap peningkatan sebuah status penyelidikan sekaligus memberikan informasinya kepada publik mengenai keputusan sebuah kasus tersebut.

Memang, setiap masa kepemimpinan akan memiliki pretensi berbeda antar pimpinannya terhadap peningkatan dan status sebuah kasus korupsi. Saya kira, publik dapat membandingkan bagaimana sosok raut muka Agus Rahardjo dengan Abraham Samad ketika mengungkap sebuah kasus korupsi dihadapan publik. Mana yang lebih garang?

Penekanan ketua KPK Agus Rahardjo kepada penghentian penyelidikan terhadap kasus Sumber Waras diperkuat melalui formalitas kalimat “barang haram” yang disematkannya. Menurutnya, penghentian sebuah penyelidikan di KPK bukanlah “barang haram” sehingga ketika tahapnya masih penyelidikan kemudian tidak ada indikasi korupsi di dalamnya maka, “halal” hukumnya diberhentikan. 

Retorika terhadap kalimat “barang haram” nampaknya ada sebuah unsur keterpaksaan yang harus diungkapkan karena bisa jadi banyak tekanan yang begitu kuat, baik itu dari politisi, pengusaha atau bisa jadi pemerintah. Publik tentu dapat memilah, darimana tekanan-tekanan tersebut datang begitu dahsyatnya menghantam satu-persatu pimpinan KPK.

Salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata berbeda lagi pandangannya mengenai kasus Sumber Waras. Kasus ini belum sepenuhnya “bersih” dari indikasi korupsi. Soalnya, menurut perhitungan para “ahli independen” yang menghitung kembali soal “tetek-bengek” Sumber Waras, memperoleh angka kerugian jauh lebih kecil seperti yang disebutkan BPK, yaitu hanya 10 milyar bukan ratusan milyar sebagaimana disebut BPK. 

Perbedaan penghitungan ini kemudian dianggap perlunya menelaah kembali kasus Sumber Waras secara lebih dalam sehingga dapat diketahui adakah unsur kerugian negara atau tidak. Jadi rencananya, KPK akan mengumumkan kembali hasil investigasinya ke publik setelah kemarin sudah “sowan” kepada Wakil Rakyat di Senayan.

Saya kira, kasus sumber Waras tetap akan memunculkan dikotomi antara kewarasan berpikir KPK, BPK, auditor independen dan publik. KPK rencananya akan segera duduk bersama BPK dan “auditor independen” agar dapat ditarik kesimpulan mengenai berapa jumlah kerugian negara, 10 milyar atau lebih? Atau tidak ada? Memang membingungkan setelah masuknya apa yang disebut sebagai “auditor independen” versi KPK sehingga menganggap BPK tidak independen lagi dalam mengaudit keuangan negara. Memang, ketika sudah diliputi oleh banyak tekanan, sebuah lembaga negara sekelas BPK atau KPK selalu saja memunculkan “diskursus” sehingga ada wilayah dimana publik berhak memilih dan menentukan posisinya. Sebuah keputusan apalagi terdapat unsur tekanan memang tidak bisa melegakan semua pihak. Ada saja kemudian mereka yang merasa tak terwakili rasa keadilannya memberikan penilaian yang berbeda terhadap hasil sebuah keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun