Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rata-rata Kebahagiaan Orang Meningkat Selama Ramadhan

13 Juni 2016   13:27 Diperbarui: 13 Juni 2016   15:05 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Ramadhan semestinya merupakan bulan yang paling banyak diapresiasi oleh umat Muslim sebagai bulan diwajibkannya berpuasa sekaligus momentum untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya. Ekspresi Ramadhan ditandai oleh meningkatnya ibadah seorang Muslim, baik yang bersifat individual (qoshiroh) maupun sosial (muta’addi).

Ukuran kebahagiaan yang dirasakan oleh umat Muslim selama Ramadhan, terletak pada makna spiritual yang dikandungnya, yaitu ikhlas menjalankan puasa sebagai bentuk kepasrahan dan ketundukan kepada Tuhan dan luasnya kesempatan meraih pahala. Namun sejatinya, kebahagiaan Ramadhan tidak selalu dimiliki oleh umat Muslim, bulan ini juga dianggap sebagai bulan yang dalam banyak hal meningkatkan rata-rata kebahagiaan bagi banyak orang selama lebih dari 30 hari berjalan. 

Kebahagiaan yang dimaksud bisa saja tidak hanya dimaknai secara batin sebagai pendorong motivasi ibadah seseorang akibat puasa, tetapi juga secara lahir, yakni peningkatan motivasi bekerja dan produktivitas seseorang dalam mengapresiasi Ramadhan.

Kebahagiaan pertama selama Ramadhan bisa dirasakan ketika memasuki wilayah dunia kerja. Metode pengurangan jam kerja saat Ramadhan adalah sebuah keniscayaan dan berlaku di seluruh sektor pekerjaan yang tidak akan didapatkan di bulan-bulan selain Ramadhan. Paling tidak, para pekerja akan mendapatkan bonus pemotongan waktu selama dua jam dari total jam kerja yang diberlakukan. 

Pengurangan jam kerja akan berlaku baik bagi mereka yang bekerja di sektor swasta atau pemerintahan, tanpa kecuali. Jam kerja selama Ramadhan pasti dikurangi tidak pernah ada yang tetap apalagi ditambah. Jika dirata-ratakan, berarti kurang lebih produktifitas bekerja selama Ramadhan akan berkurang sebanyak 20 jam dibanding produktifitas kerja selain Ramadhan. 

Lalu apakah kemudian berkurangnya produktifitas kerja selama Ramadhan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat? Ternyata tidak. Masyarakat selama Ramadhan justru bergeliat secara ekonomi, semakin meningkat secara drastis daya beli mereka justru pada saat Ramadhan. Pengurangan jam kerja yang seharusnya menurunkan produktifitas hasil kerja juga tampaknya tidak berpengaruh terhadap kondisi perekonomian suatu masyarakat.

Kebahagiaan kedua adalah pada saat meningkatnya perputaran uang di masyarakat akibat berlakunya THR, zakat, infaq dan sedekah yang bergulir secara signifikan selama Ramadhan. Menurut salah satu peneliti dari Universitas Indonesia, Alin Halimatussadiyah menjelaskan bahwa belanja masyarakat selama Ramadhan justru meningkat sampai 30 persen. Jumlah peningkatan ini adalah akibat langsung dari adanya THR, zakat, infak dan sedekah yang senantiasa berputar selama Ramadhan. 

Apalagi disaat infak, zakat atau sedekah tersalurkan secara tepat kepada masyarakat yang membutuhkan, maka secara otomatis akan meningkatkan kembali daya beli masyarakat, khususnya mereka yang berada pada level kurang mampu. Perputaran uang inilah yang menjadikan level masyarakat kurang mampu merasakan kebahagiaan sehingga secara tidak langsung juga mendorong para produsen pakaian atau makanan menaikkan jumlah produksinya. 

Kebahagiaan ini justru tidak hanya dinikmati oleh kalangan “berada”, para produsen kebutuhan pokok, atau para penerima THR, tetapi kaum marginal yang seringkali tidak tersentuh masyarakat menjadi terangkat dan merasakan kebahagiaan selama bulan Ramadhan.

Meskipun pada kenyataannya, Ramadhan memang seringkali menjadi momen pembentukan masyarakat “pemberi” karena diantara mereka terdapat kelompok yang memang harus disantuni dan dianggap sebagai “penerima”, tetapi para kelompok “penerima” ini justru pada akhirnya lebih banyak membelanjakan hasil penerimaannya untuk kebutuhan hidup mereka selama Ramadhan dan lebih-lebih pada saat menjelang Idul Fitri tiba. 

Kedua jenis masyarakat yang lahir “dadakan” selama Ramadhan justru memiki tingkat kebahagiaan tersendiri, meskipun kenyataannya bahwa keduanya sebagai kelompok pemberi dan penerima sekaligus merupakan kelompok “pembeli” yang selalu meningkat selama Ramadhan. Disinilah arti kebahagian untuk mereka, Ramadhan menjadi momen kebahagiaan yang lebih banyak dirasakan baik oleh kelompok pemberi dan pemerima.

Kebahagiaan ketiga adalah meningkatnya pengguna jasa pada sektor transportasi. Sektor tansportasi justru dinilai paling banyak mendatangkan keuntungan, karena bisa terus digunakan masyarakat bahkan setelah melewati bulan Ramadhan. Salah satu bagian terpenting yang melekat pada semua moda transportasi adalah bahan bakar. Kita bisa menyaksikan betapa terus meningkatnya persentase masyarakat pengguna jasa transportasi setiap tahunnya dan itu terjadi di bulan Ramadhan. 

Budaya mudik yang ada dalam masyarakat Indonesia telah menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri dan menjadi kebahagiaan yang tak terhingga bagi para pengusaha moda transportasi sekaligus bagi para produsen bahan bakar. Jasa transportasi selama Ramadhan tidak pernah ada laporan yang dirugikan yang ada malah selalu kurang memberikan layanan kepada masyarakat akibat kekurangan stok alat transportasi yang tersedia.

Kebahagiaan keempat Ramadhan juga merambah para pengelola media elektronik, seperti TV. Mengutip dari data yang dikeluarkan AC Nielsen, terdapat peningkatan pemirsa TV hingga tiga kali lipat selama Ramadhan. Dan para pengelola TV mengatur jam tayang prima pada jam-jam menjelang berbuka puasa dan saat sahur, sehingga meningkatkan jumlah iklan yang menambah pundi-pundi keuntungan yang diraih oleh para pengelola TV. 

Umat Muslim juga merasakan kebahagiaan yang tak terhingga, terutama disaat berbuka puasa sambil menikmati acara-acara TV Islami yang banyak ditawarkan secara khusus sebagai persembahan prima dari berbagai saluran TV yang tersedia. Memang harus diakui, TV menjadi media yang sangat efektif membentuk kebahagiaan selama Ramadhan, tidak hanya kepada pemirsanya atau kepada mereka yang menjalankan ibadah puasa, tetapi juga para pengusaha iklan, produsen barang-barang kebutuhan hidup serta pengelola TV sendiri. Kebahagiaan seperti ini memang jarang diraih diluar bulan Ramadhan.

Jadi, memang kita harus akui, Ramadhan adalah bulan yang paling mudah diidentifikasi sebagai bulan yang berhasil secara rata-rata meningkatkan kebahagiaan banyak orang. 

Meskipun Ramadhan bulan diwajibkannya berpuasa bagi umat Muslim, tetapi puasa tidak diiringi oleh menurunnya kadar produktivitas atau menurunnya daya beli masyarakat. “if they are not buying, they ate giving”, demikian ungkap Mudassar Ahmed ketika mengomentari Ramadhan. Memang, mereka bisa saja tidak membeli pada saat Ramadhan, tetapi mereka tetap mengeluarkan uang untuk memberi. Pada kenyataannya, semua elemen masyarakat menikmati kebahagiaan di bulan suci ini.

Wallahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun