Jadi, ketika menghancuran kemunkaran dengan mengambil bentuk pemberangusan terhadap tempat, razia, atau intimidasi bukanlah yang dimaksud oleh nahi munkar tersebut. Mencegah kemunkaran berarti dimulai dari mencegah diri sendiri dulu, sejauh mana kita dapat menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada pada diri kita, kemudian kita ajak keluarga kita yang terdekat baru orang lain. Inilah sesungguhnya kunci kesuksesan Nabi dalam melakukan dakwah Islam kepada masyarakat Arab waktu itu.
Dengan demikian, yang dimaksud dalam pengertian amar ma’ruf nahi munkar lebih cenderung untuk memberangus “sifat-sifat kemunkaran” bukan “wujud-wujud kemunkaran”, caranya menggunakan metode “uswatun hasanah” sebagaimana yang dicontohkan Nabi saw. Ketika menindak atau merazia tempat-tempat makan selama bulan Ramadhan dan dimasukkan dalam kategori amar ma’ruf nahi munkar justru merupakan sebuah kesalahan fatal, karena tempat makan adalah bentuk usaha manusia yang secara akal dan syariat Islam tidak pernah ada permasalahan di dalamnya.
Lagi pula yang dimaksud adalah menghilangkan atau mencegah “sifat-sifat kemunkaran” sehingga walau bagaimanapun kegiatan melarang bahkan merazia tempat-tempat makan selama Ramadhan merupakan tindakan berlebihan dan tidak dibenarkan oleh agama. Padahal, belasan abad yang lalu, Nabi Muhammad selalu berpesan, “berilah kabar gembira, jangan membuat kondisi mereka lari dari kita, permudahlah dan jangan kau persulit”.
Wallahu a’lam bisshawab
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI