Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagai Macam Predikat Ramadhan

3 Juni 2016   15:12 Diperbarui: 3 Juni 2016   15:51 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadhan sebenarnya nama bulan dalam bulan qamariyah yang diambil dari kata “arramdlu” yang dalam bahasa arab mengandung pengertian “sangat panas” (syiddatul hurr). Kemungkinan hal ini diambil karena bulan Ramadhan merupakan bulan yang amat panas karena puncaknya terik matahari ketika di Jazirah Arab. Dalam pengertian lain, Ramadhan juga diistilahkan oleh kata “arromadliyyu” yang dalam pengertian bahasa arab mengandung arti “bumi yang kering kemudian subur karena dibasahi hujan”. Kemudian istilah ini menjadi nama bulan dalam Islam yaitu “Romadlon” dan diserap kedalam bahasa Indonesia, Ramadhan.

Dari pengambilan istilah ini, kemudian bulan Ramadhan dihubungkan dengan mengambil makna aslinya yaitu “sangat panas” dimana kondisi umat muslim yang berpuasa tentu meyakini bahwa puasa Ramadhan sebagai bentuk dari upaya “pembakaran” terhadap dosa-dosa yang pernah mereka perbuat. Oleh karena itu dikenal istilah “bulan pembakaran dosa” yang disematkan kepada bulan Ramadhan. Selaras dengan makna setelahnya, bahwa Ramadhan merupakan bulan dimana hidup kembali bumi setelah kekeringan berkepanjangan karena dibasahi air hujan. Oleh karenanya, di akhir Ramadhan disaat puasa selesai, umat muslim meyakini bahwa mereka sudah bersih dari dosa-dosanya ibarat bumi yang hidup kembali akibat dibasahi air hujan. Bumi yang kering diibaratkan “dosa” dan “hujan” dianggap sebagai puasa yang mampu menghidupkan bumi kembali.

Sepanjang yang saya ketahui, kemudian muncul istilah-istilah yang mengiringi predikat terhadap bulan Ramadhan, seperti misalnya “bulan ampunan”, “bulan berkah”, “bulan hikmah”, “bulan suci”, “bulan mulia” dan mungkin masih banyak predikat yang disematkan kepada bulan Ramadhan ini. Lalu darimana istilah-istilah ini muncul? Ramadhan memang sebagai bulan diantara bulan-bulan lain dalam kalender hijriyah yang banyak memiliki keistimewaan, khususnya karena pada bulan ini terdapat beberapa kejadian yang luar biasa. Seringkali predikat-predikat yang disematkan kepada bulan Ramadhan mengacu kepada peristiwa-peristiwa yang luar biasa tersebut.

Untuk predikat Ramadahan sebagai “bulan ampunan”, nampaknya berkorelasi dengan istilah dari asal kata Ramadhan yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu “pembakaran dosa”. Pada bulan ini, umat muslim sedunia meyakini bahwa berpuasa merupakan ibadah khusus yang jika dijalankan dengan yakin dan benar, implikasinya penghapusan dosa-dosa yang telah mereka perbuat. Disamping itu, banyak dalil-dalil yang menyatakan bahwa bulan Ramadhan menjadi bulan “maghfiroh” atau ampunan dari Tuhan yang akan diberikan kepada manusia disaat mereka betul-betul menghayati ibadah puasanya. Lagi pula, dengan berpuasa seseorang akan cenderung menjauhi keburukan atau dosa, berbeda dimana kondisi ketika tidak sedang menjalankan puasa.

Predikat Ramadhan sebagai “bulan berkah” juga diyakini oleh umat muslim dimana ketika mereka melakukan perbuatan baik, bisa bersedekah, menyantuni fakir miskin atau anak-anak yatim, menolong sesama akan berimplikasi terhadap pahala yang akan diterima nilainya berlipat. Umat muslim memandang, keberkahan akan lebih banyak didapat hanya pada bulan ini dibanding bulan-bulan lainnya. Akan tampak terlihat, bahwa bulan Ramadhan banyak umat muslim berlomba-lomba melakukan segala bentuk kebaikan yang lebih menyentuh aspek sosial dibanding aspek individual.

Istilah lainnya yang mengiringi bulan Ramadhan adalah “bulan hikmah”. Sebagaimana istilah ini diambil Kompasiana dalam sebuah “child portal” barunya bernama “Tebar Hikmah Ramadhan” (THR). Kompasiana mengambil istilah “hikmah” untuk bulan Ramadhan, karena bulan Ramadhan bulan dimana seluruh kebaikan akan lebih menonjol diantara orang-orang yang berpuasa. Hikmah sendiri dalam istilah bahasa arab berarti “kecenderungan terhadap kebaikan”. Oleh karena itu, seorang “hakim” harus dapat memutuskan mana kebaikan dan mana kejahatan.

Terdapat istilah yang paling dikenal di masyarakat Indonesia adalah “bulan suci” dan “bulan mulia”. Keduanya mengandung asumsi historis, dimana “kesucian” dan “kemuliaan” bulan Ramadhan karena ada peristiwa besar yang terjadi, yaitu diturunkannya kitab suci al-Quran. Kitab suci al-Quran yang saat ini menjadi korpus utama dalam sendi-sendi syariat Islam diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad saw tepat di bulan Ramadhan. Umat Muslim meyakini bahwa terdapat malam-malam kemulyaan (lailatul qodr) yang datang di akhir-akhir hari ganjil di bulan Ramadhan. Bahkan malam kemulyaan tersebut disebut dalam kitab suci al-Quran sebagai malam yang “lebih baik dari seribu bulan”. Malam-malam terakhir di bulan Ramadhan inilah yang diapresiasi oleh umat Muslim seluruh dunia untuk memperketat ibadahnya, bahkan tak jarang mereka melakukan ritual “i’tikaf” berdiam di masjid dan meninggalkan keluarganya agar memperoleh malam kemulyaan tersebut.

Mungkin saja masih banyak istilah-istilah lain yang dapat disematkan kepada bulan Ramadhan yang belum saya ketahui, hanya saja predikat-predikat yang saya sebutkan setidaknya mewakili dari sekian predikat yang disematkan masyarak Muslim terhadap bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan memang memiliki keistimewaan, setidaknya bagi seluruh umat Muslim yang berpuasa. Karena melalui Ramadhan, akan terjadi pencairan suasana, dimana semakin banyak mereka berkumpul, baik dengan keluarga atau teman-teman yang lainnya. Mungkin bisa lebih cair lagi suasananya karena umumnya di bulan Ramadhan banyak digelar buka puasa bersama dan seluruh elemen masyarakat bisa menikmatinya, baik muslim maupun non-muslim. Setidaknya, inilah keistimewaan Ramadhan, banyak hal yang dulu kaku namun saat Ramadhan menjadi cair, dulu yang sempat bersitegang namun dengan datangnya Ramadhan bisa lebih mengendurkan suasana. Marhaban ya Ramadhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun