Ada orang yakin kepada Tuhan bahwa Dia adalah penciptanya, tetapi kemudian tidak lagi punya hubungan dengan-Nya, ibarat tukang jam yang setelah selesai memperbaiki jam tersebut, maka mekanisme berjalannya jam diserahkan secara otomatis kepada jam itu sendiri. Ada juga yang yakin kepada Tuhan, tetapi seringkali mengindahkan perintah-perintah-Nya. Seperti misalnya orang tahu bahwa korupsi itu dibenci dan dilarang Tuhan, tetapi orang tetap saja melakukannya. Ada juga yang memiliki keyakinan sepenuhnya kepada Tuhan seraya taat menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya.
Oleh karena itu, puasa memiliki keterkaitan erat dengan keyakinan manusia. Keyakinan yang timbul dan dapat mendorong keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam hal meneladani sifat-sifat Ketuhanan. Berpuasa tidak lain adalah proses meneladani sifat-sifat Ketuhanan, sebab misi ketakwaan yang hendak dicapai oleh seseorang yang berpuasa menempatkan dia pada tempat yang dekat dengan Tuhannya.
Untuk dapat dekat dengan Tuhan, tentu seseorang harus senantiasa meneladani sifat-sifat Ketuhanan, seperti sabar, menahan nafsu, tidak mudah marah, pemaaf atau tidak berkata-kata kasar apalagi memfitnah atau berbohong.
Semua sifat-sifat kemanusiaan yang cenderung merusak “dipaksa” untuk berhenti selama berpuasa. Untuk dapat menggerakkan seseorang mampu meneladani sifat-sifat Ketuhanan adalah keyakinan dan puasa adalah salah satunya.
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H