Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemerintah Segera Cabut Perda Miras Demi Investasi

22 Mei 2016   22:08 Diperbarui: 22 Mei 2016   22:33 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) menindaklanjuti keinginan presiden agar melakukan penertiban mengenai ribuan regulasi daerah yang dinilai tumpang tindih atau dinilai kurang bermanfaat, terutama yang berdampak langsung terhadap iklim investasi di Indonesia. Presiden Jokowi dalam sebuah perhelatan Forum Rektor di Yogyakarta, pernah memerintahkan Kemendagri agar menertibkan sekitar 3000-an perda yang dianggap bermasalah, tumpang tindih dengan undang-undang atau peraturan pemerintah serta “mengganggu” iklim investasi di Indonesia. Presiden Jokowi memerintahkan agar perda-perda yang bermasalah tersebut segera dicabut tanpa perlu dilakukan kajian terlebih dahulu mengingat demi efisiensi waktu. Per 13 April 2016, Kemendagri sudah mencabut dan membatalkan 815 perda bermasalah.

Dengan alasan “bermasalah” dan tentunya “mengganggu” iklim investasi, perda yang kemudian menuai kritik banyak pihak karena akan meninggalkan ekses negatif tatkala dicabut adalah perda mengenai pelarangan dan pengendalian soal minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol). Banyak pihak menilai, bahwa pencabutan perda ini justru akan lebih banyak berdampak negatif daripada menuai ekses positif-nya. Sebagaimana diketahui, dampak miras yang terlalu bebas dalam masyarakat justru berakibat terhadap  peningkatkan kejahatan dan kekerasan bahkan kematian. 

Ribuan kasus kejahatan, kekerasan dan kematian yang diakibatkan peredaran miras yang tak terkontrol sebagai bukti bahwa dampak negatif miras lebih banyak dibanding manfaatnya. Bahkan, kasus-kasus kekerasan seksual yang marak terjadi belakangan ini disinyalir merupakan akibat negatif dari penggunaan miras yang merajalela dalam masyarakat.   

Perda mengenai larangan miras yang akan segera dicabut adalah Perda Nomor 12 tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman Oplosan di DI Yogyakarta. Padahal, melalui perda ini, keberadaan miras dapat dikontrol, baik pendistribusian dan penjualannya. Bahkan pelarangan miras bagi anak-anak dibawah umur sudah berjalan cukup efektif dan mampu menekan angka kejahatan yang diakibatkan dampak miras di wilayah hukumYogyakarta. 

Selain di Yogyakarta, ada Perda Nomor 4 tahun 1997 tentang Larangan, Pengawasan, Pengendalian, Penertiban, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (Minol) di NTB juga terancam akan dicabut. Alasan dicabutnya Perda Minol di NTB karena seharusnya provinsi tidak memiliki kewenangan untuk mengatur soal pelarangan pendistribusian dan penjualan minol. Selain itu, Perda miras juga akan dicabut di Kota Banjarmasin. Di Kota Banjarmasin sebelumnya sudah ada Perda Nomor 32 tahun 2013 tentang Retribusi Perdagangan Minuman Beralkohol yang saat ini dinilai bertentangan dengan peraturan Kementrian Perdagangan soal penjualan minol di supermarket.

Padahal, keberadaan miras ditengah masyarakat yang tanpa kontrol justru seringkali menimbulkan persoalan publik karena akan berdampak terhadap munculnya beragam jenis kejahatan kemanusiaan yang dipicu dari aksi penggunaan miras. Beberapa kali kasus kejahatan yang mengakibatkan kematian bahkan pelecehan dan kekerasan seksual ditengarai banyak yang dipicu oleh pengaruh miras yang semakin bebas diakses masyarakat. Sangat beralasan kiranya jika publik tak henti-hentinya selalu mendesak pemerintah untuk tidak serta merta mencabut regulasi soal miras yang sudah diberlakukan oleh pemerintah daerah. 

Justru bila perlu dibuat regulasi yang sangat ketat mengenai penjualan dan pengendalian miras sehingga para pengguna miras lebih mudah terkontrol oleh aparat. Kontrol aparat akan lebih mudah ketika menemukan kasus-kasus kejahatan yang timbul akibat miras, karena dampak hukumnya tidak hanya kepada penggunanya, tetapi termasuk para penjual dan pengedarnya.  Ekspektasi publik soal pengetatan atau bila perlu pencegahan dan pelarangan miras di Indonesia masih sangat besar. Apalagi ditengah maraknya aksi kekerasan dan kejahatan seksual belakangan ini dilakukan justru oleh orang-orang yang sebelum melakukan aksi kejahatannya terlebih dahulu dipengaruhi oleh minuman keras.

Publik tentunya memberikan apresiasi terhadap pemerintah, yang dalam hal ini diwakili Kemendagri yang sedang gencar-gencarnya mencabut regulasi-regulasi daerah yang dianggap akan menghambat iklim investasi. Salah satu program investasi yang dicanangkan pemerintah adalah sektor pariwisata dalam wujud pembangunan tempat-tempat wisata atau tempat hiburan yang dapat meningkatkan income bagi keuangan negara. 

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi juga rajin melakukan kunjungan-kunjungan kenegaraan dengan tujuan utama mengajak para investor asing untuk dapat berinvestasi di Indonesia. Sektor pariwisata dianggap pemerintah paling menjanjikan dan lebih mudah dilirik oleh investor asing. Selain mengangkat budaya dan kekayaan daerah setempat, sektor pariwisata juga pada akhirnya akan menjadi pemasukan bagi keuangan daerah. Beberapa daerah di Indonesia diyakini masih banyak memiliki kekayaaan alam dengan ragam kebudayaan masyarakatnya dan masih banyak yang belum tersentuh atau terpublikasikan ke dunia luar.

Dalam banyak hal, sektor pariwisata di Indonesia memang paling menjanjikan dalam program investasi. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil bahkan membenarkan hal itu. Pemerintah daerah didorong oleh pemerintah pusat untuk mengoptimalkan sektor pariwisata di daerahnya, karena sektor ini akan memberikan dampak besar terhadap kemajuan perekonomian daerah. Lagi pula, dana yang dialokasikan negara baik yang berasal dari APBN, APBA atau APBK untuk sektor pariwisata sangatlah terbatas, sehingga pemerintah harus siap menggaet investor asing agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. 

Atas desakan investasi ekonomi di sektor pariwisata inilah kemudian pemerintah pusat mulai sibuk “membredel” perda-perda termasuk yang berkaitan dengan pelarangan dan pengendalian  miras. Karena dengan pencabutan perda miras, pemerintah berkesimpulan, pihak investor asing akan lebih nyaman berinvestasi ketika di daerah tidak dibatasi oleh regulasi mengenai persoalan miras.

Namun perlu diingat, pemerintah seharusnya juga menyadari bahwa tidak ada korelasi apapun antara pencabutan perda miras dan penghambatan investasi. Tetapi justru keberadaan miras jika dibiarkan tak terkontrol justru semakin banyak menimbulkan masalah di dalam masyarakat. Jika kontrol mengenai miras tidak ada, dikhawatirkan akan menumbuhsuburkan kekerasan dan kejahatan yang semakin menghambat perjalanan investasi itu sendiri. Bukankah iklim investasi harus didukung oleh keamanan, kenyamanan dan zerokejahatan didalamnya? Jika memang miras merupakan salah satu pemicu munculnya kejahatan dan kekerasan kenapa tidak dipertimbangkan agar tidak dicabut regulasinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun