Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mempertanyakan Nasionalisme Kita

20 Mei 2016   06:36 Diperbarui: 20 Mei 2016   10:57 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak perlu memikirkan bagaimana pendidikan karena memang mahal, tak perlu ngotot meningkatkan kualitas etos kerja karena memang tak mampu, tak penting bicara moralitas karena moralitas bukan urusannya apalagi jika harus dipaksa bersaing dalam banyak hal, pasti tidak akan pernah terpikirkan.

Saat ini yang terjadi tidak hanya terkikisnya sentimen nasionalisme kita, tetapi kita rela dijajah oleh kolonialisme gaya baru, kapitalisme! Modernisasi dalam berbagai bidang akibat arus globalisasi politik-ekonomi bahkan telah berhasil menjungkir-balikkan pola pikir, budaya, gaya hidup, norma, nilai yang ada dalam masyarakat kita. 

Sekarang, kita nampaknya biasa-biasa saja, meskipun banyak tanah milik kita yang dikuasai asing karena terpaksa dijual, produk-produk dalam negeri kita kalah bersaing dengan produk asing karena lebih murah, tenaga kerja kita-pun dibayar lebih murah dibanding tenaga kerja asing. Kita ini sebenarnya tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu dengan kondisi nasionalisme kita yang semakin terpuruk? 

Massa rakyat sudah kehilangan kebebasan, terlalu banyak ditekan sehingga sulit memunculkan kembali “the human dignity” yaitu harga diri manusia yang hilang akibat penguasaan asing atas kondisi bangsa ini. Akankah nasionalisme kita bangkit?

Bangsa ini sudah terlampau nyaman dengan kehidupan pribadinya sendiri-sendiri, sehingga tak pernah menyadari bahwa kolonialisme “gaya baru” itu sudah lahir, bahkan jauh sebelum mereka lahir. 

Kolonialisme “gaya baru” telah mengikis tradisi, budaya, norma dan juga gaya hidup bangsa kita. Kita tidak pernah menyadari bahwa kolonialisme saat ini telah mengganti bahasa “kooptasi” dengan “kerjasama”, istilah “penjajahan” diperhalus dengan “pembangunan ekonomi”, “pemaksaan” dianggap sebagai “gejala modernisasi dan demokratisasi, bahkan “keagamaan” digantikan dengan “kemanusiaan”. 

Saya yakin, pada tahap tertentu, kita ini sudah tidak lagi nasionalis, bahkan tidak tahu apa itu nasionalisme. Padahal, nasionalisme tidak hanya membuat ikatan suatu bangsa menjadi kuat untuk melawan sentimen anti-asing, anti-kolonialisme dan anti-imperialisme tetapi juga menjadi lebih kuat dalam membangun bangsa dan negara ini sendiri. 

Bangsa yang memupuk rasa nasionalisme-nya secara terus menerus akan menjadi bangsa besar, bangsa yang kuat sehingga sulit untuk diatur atau dikendalikan oleh kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk apapun. Selamat Hari Kebangkitan Nasional yang ke 108!

Wallahu a’lam bisshawab     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun