Kita sangat sulit untuk menemukan idealisme para calon pemimpin politik saat ini yang masih mengedepankan upaya-upaya transformasi politik ke arah lebih baik. Idealisme telah luntur oleh pragmatisme sesaat, sehingga apa yang kita saksikan dalam beragam perhelatan politik kepartaian hanya akan melahirkan politisi-politisi artifisial yang menganggap politisi sebagai profesi bukan keterpanggilan untuk memperbaiki.
Saya yakin, publik pasti menyadari, Munaslub Partai Golkar kali ini sudah dicampuri oleh pihak lain, sehingga terjadi polarisasi dalam bentuk dukungan hanya kepada Akom dan Setnov. Hal ini juga disayangkan oleh politisi gaek Golkar, Akbar Tandjung, yang merasa kecewa dan prihatin atas pelaksanaan Munaslub kali ini. Akbar melihat para pemilih di acara Munaslub Partai Golkar ini nampak tidak fair. Mereka cenderung memaknai proses politik secara “transaksional” tidak melihat kepada visi-misi, rekam jejak, latar belakang profesi dan sebagainya. Ketika magnet politik partai adalah pragmatisme, tidak ada idealisme sama sekali, maka seberapa kuat daya integrasinya?
Wallahu a’lam bisshawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H