Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Gas 3 Kg, Beli Kok Ribet, Banget?!

3 Februari 2025   15:38 Diperbarui: 3 Februari 2025   15:38 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, hidup itu sederhana. Kalau gas 3 kg habis, tinggal mampir ke warung sebelah, bayar, angkat, pulang, selesai. Sekarang? Wuih, kayak mau daftar beasiswa LPDP! Harus daftar dulu, pakai KTP, pakai sistem digital, bahkan katanya mau pakai aplikasi segala. Lah, beli gas kok serasa check-in hotel berbintang?!

"Subsidi Tepat Sasaran" atau Tepat Membuat Bingung?

Katanya, semua ini demi subsidi yang lebih tepat sasaran. Kita harus setuju dong, karena selama ini banyak yang "nyolong" jatah gas subsidi. Siapa yang salah? Ya, banyak. Ada restoran gede pakai gas melon, ada yang punya mobil Alphard tapi gasnya tetap 3 kg, sampai tetangga yang hobi masak catering tapi tetep bilang "Ini buat masak di rumah, kok."

Pemerintah bilang, biar yang benar-benar berhak aja yang dapet. Makanya, sekarang belinya harus di pangkalan resmi. Tapi, kok rasanya malah kayak bikin susah masyarakat kecil? Sekarang beli gas nggak bisa lagi di warung langganan depan rumah, tapi harus jalan jauh ke pangkalan. Antrean panjang, panas, terus kalau stoknya habis? Waduh, bisa-bisa kita balik ke zaman batu, masak pakai kayu bakar lagi.

Solusi Digital, Tapi Kok Makin Ribet?

Katanya, biar nggak ribet, pakai sistem digital. Mungkin idenya mirip kayak beli Pertalite pakai QR Code MyPertamina. Tapi bayangkan ibu-ibu di kampung yang masih pakai HP Nokia jadul. Lah, mereka ini mau daftar gimana? Masa iya, mereka harus beli HP baru demi bisa beli gas?!

Terus, kalau listrik mati atau sinyal jelek? Berarti kita nggak bisa beli gas? Atau harus keluar rumah cari sinyal dulu? Lah, gimana kalau emak-emak di dapur udah ngamuk gara-gara nggak bisa masak? Ini bukan solusi, ini malah bikin orang-orang makin stres!

Kalau mau pakai aplikasi, harusnya segampang pesan ojek online. Tinggal klik, gas datang ke rumah, bayar, selesai. Kalau bisa COD, lebih bagus lagi. Tapi kalau sistemnya malah makin ribet, ini bukan solusi, ini namanya "masalah baru edisi digital."

Jalan Tengah: Biar Gampang, Tapi Tetap Tepat Sasaran

Nah, kita bukan cuma bisa protes doang. Harus ada jalan tengahnya biar semua senang. Beberapa ide yang bisa diterapkan:

  1. Pangkalan Resmi, Tapi Fleksibel

    • Oke, gas harus dibeli di pangkalan resmi biar harganya sesuai aturan. Tapi, kenapa nggak pangkalan-pangkalan itu diperbanyak dan ditaruh lebih dekat ke perumahan? Atau, kalau bisa, izinkan pengecer tetap jual gas, asal harga nggak lebih dari HET. Jadi, tetap gampang diakses.
  2. Aplikasi yang Super Gampang

    • Kalau memang mau pakai sistem digital, buatlah aplikasi yang simpel banget. Misalnya, cukup scan QR Code dari KTP, langsung terverifikasi, beli gas, selesai. Kalau terlalu banyak klik ini-itu, kasihan bapak-bapak dan ibu-ibu yang nggak biasa main HP canggih.
  3. Kurir Gas? Kenapa Nggak?

    • Kenapa nggak ada sistem delivery? Kalau ada kurir gas yang siap antar ke rumah, sistem ini bakal jauh lebih efektif. Tinggal daftar di aplikasi, klik pesanan, abang gas datang. Nggak usah repot antre, nggak usah jalan jauh, nggak usah pusing cari pangkalan yang buka.
  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Diary Selengkapnya
    Lihat Diary Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun