Dalam beberapa tahun terakhir, bisnis franchise global yang sebelumnya mendominasi pasar Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Merek-merek raksasa seperti KFC, Pizza Hut, Starbucks, dan McDonald's menghadapi tantangan besar, mulai dari aksi boikot hingga persaingan ketat dengan merek-merek lokal. Sementara itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia justru mengalami pertumbuhan yang pesat, menandai kebangkitan ekonomi berbasis kemandirian nasional.
Franchise Global Terpukul: Dari KFC hingga Starbucks
Salah satu indikator utama melemahnya bisnis franchise global adalah laporan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan besar. PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola KFC di Indonesia, mencatat kerugian Rp557,08 miliar hingga kuartal III 2024, meningkat 266,45% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Akibatnya, 47 gerai KFC ditutup dan lebih dari 2.274 karyawan terkena dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) (Bisnis.com, 2024).
Tidak hanya KFC, PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA), pemegang lisensi Pizza Hut di Indonesia, mengalami kerugian bersih sebesar Rp96,7 miliar per 30 September 2024. Jumlah gerai mereka berkurang menjadi 595 dari total sebelumnya lebih dari 600 gerai (Tempo.co, 2024). Penurunan ini sebagian besar dipicu oleh aksi boikot produk yang dianggap memiliki keterkaitan dengan Israel serta meningkatnya daya saing bisnis lokal.
McDonald's dan Starbucks juga mengalami tren serupa. Laporan dari Kumparan (2024) menyebutkan bahwa penjualan Starbucks turun 4% di kuartal pertama tahun 2024, sementara McDonald's mencatatkan pertumbuhan penjualan global yang lebih rendah dari ekspektasi, yaitu hanya 1,9%. Hal ini menunjukkan bahwa bisnis waralaba internasional semakin sulit bertahan di tengah perubahan dinamika pasar.
Momentum Kebangkitan UMKM: Data Berbicara
Di sisi lain, UMKM Indonesia justru berkembang pesat. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 61,07% atau sekitar Rp8.573 triliun pada tahun 2023. Jumlah UMKM juga terus bertambah, dengan total mencapai 64,2 juta unit usaha pada tahun yang sama. Fakta ini menunjukkan bahwa sektor UMKM menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Franchise lokal seperti Hisana Fried Chicken, Sabana Fried Chicken, Rocket Chicken, dan D'Kriuk Fried Chicken semakin populer sebagai alternatif bagi masyarakat yang menginginkan produk ayam goreng dengan harga lebih terjangkau. Misalnya, Sabana Fried Chicken yang telah memiliki lebih dari 2.500 gerai di Indonesia dan menawarkan model kemitraan dengan investasi yang jauh lebih rendah dibandingkan KFC atau McDonald's (Entrepreneur Bisnis, 2024).
Sektor minuman juga mengalami pertumbuhan signifikan. Es Teh Indonesia dan Kopi Kenangan adalah contoh franchise lokal yang berhasil meraih pangsa pasar besar. Kopi Kenangan, misalnya, telah menembus valuasi lebih dari USD 1 miliar dan masuk dalam daftar "Unicorn" di Asia Tenggara (Bloomberg, 2023). Sementara itu, Es Teh Indonesia, dengan konsep kemitraannya yang fleksibel, telah memiliki ribuan gerai di berbagai kota.
Faktor Penyebab Pergeseran Pasar
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan pergeseran dari franchise global ke UMKM dan franchise lokal:
Aksi Boikot dan Kesadaran Konsumen. Boikot terhadap merek-merek global yang terafiliasi dengan Israel menjadi salah satu faktor signifikan. Konsumen semakin sadar terhadap isu geopolitik dan memilih untuk mendukung merek lokal.
Harga yang Lebih Terjangkau. UMKM dan franchise lokal menawarkan produk dengan harga yang lebih rendah dibandingkan merek global. Sebagai contoh, satu porsi ayam di franchise lokal bisa didapat dengan harga di bawah Rp20.000, sementara di KFC atau McDonald's bisa mencapai Rp40.000--Rp50.000.
Inovasi dan Adaptasi Produk. UMKM memiliki fleksibilitas lebih tinggi dalam menciptakan produk baru sesuai dengan selera masyarakat lokal. Sementara merek global harus mengikuti standar internasional yang kadang kurang sesuai dengan preferensi konsumen Indonesia.
Dukungan Pemerintah dan Regulasi. Pemerintah Indonesia semakin mendukung UMKM melalui berbagai kebijakan, seperti kemudahan akses permodalan dan program digitalisasi UMKM. Pada tahun 2023, realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKM mencapai Rp365,5 triliun, naik dari Rp337,3 triliun pada tahun sebelumnya (Kementerian Koperasi dan UKM, 2024).
Implikasi terhadap Ekonomi Nasional
Bangkitnya UMKM dan melemahnya franchise global memiliki beberapa dampak positif terhadap perekonomian nasional:
- Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Lokal: Dengan lebih banyaknya bisnis lokal yang berkembang, ketergantungan terhadap investasi asing berkurang. Hal ini memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
- Menciptakan Lapangan Kerja Baru: UMKM menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah UMKM, peluang kerja bagi masyarakat semakin luas.
- Meningkatkan Kedaulatan Ekonomi: Keberhasilan merek-merek lokal menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun merek globalnya sendiri.
Menuju Kemandirian Ekonomi
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa UMKM dan franchise lokal berada di jalur yang tepat untuk menggantikan dominasi bisnis waralaba global di Indonesia. Dengan dukungan masyarakat, kebijakan pemerintah yang berpihak, serta inovasi yang terus berkembang, masa depan bisnis lokal semakin cerah. Saatnya Indonesia membangun merek-merek kebanggaan nasional yang mampu bersaing di kancah internasional.
Sebagai konsumen, kita memiliki peran besar dalam mendukung pertumbuhan UMKM. Dengan memilih produk lokal, kita tidak hanya menikmati kualitas yang tidak kalah dengan produk global, tetapi juga turut serta dalam membangun ekonomi bangsa. Momentum ini adalah peluang emas untuk memperkuat kemandirian ekonomi Indonesia dan menunjukkan kepada dunia bahwa produk dalam negeri mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI