Sebuah Kisah dari Perpustakaan Sederhana
Siapa bilang perpustakaan selalu identik dengan tempat yang serius, hening, dan penuh orang berkacamata? Sore itu, saya malah menemukan diri saya merenungkan kipas angin tua, lampu jadul, dan partisi dengan tulisan aneh di sebuah sudut perpustakaan sederhana. Suasana mendadak berubah dari serius jadi penuh humor kecil yang membuat saya tersenyum sendiri.

Kipas Angin yang Setia
Pertama-tama, mari kita bicarakan kipas angin tua itu. Bayangkan kipas yang bertengger di plafon seperti pahlawan masa lalu—sudah tua, berbunyi "krek-krek," tapi tetap bekerja dengan tekad baja. Saya pikir, mungkin kipas ini adalah saksi bisu perjuangan mahasiswa yang mengerjakan tugas hingga larut malam.
"Hei, aku di sini bukan cuma buat estetik, loh!" begitu kira-kira kalau kipas itu bisa bicara. Meski modelnya jadul, siapa yang bisa menyangkal kehebatannya dalam mengusir gerah? Mungkin kipas ini adalah simbol keberlanjutan: tetap berfungsi meski sudah melewati masa keemasannya. Sebuah pelajaran hidup, bukan?
Namun, saya juga sempat berpikir, apakah sudah waktunya menggantinya dengan kipas modern yang lebih hemat energi? Di tengah gencarnya kampanye ramah lingkungan, mengganti kipas tua dengan teknologi hemat energi tampaknya ide yang masuk akal. Tapi kalau kipas tua ini dibuang, siapa yang akan bercerita tentang masa kejayaan kipas plafon jadul?

Lampu Tua, Cahaya Nostalgia
Setelah kipas, perhatian saya beralih ke lampu TL (Fluorescent). Modelnya seperti peninggalan tahun 80-an, dengan warna putih pucat yang membuat ruangan terasa hangat sekaligus... ya, kuno. Sebenarnya, lampu ini masih cukup terang untuk membaca, tapi saya jadi bertanya-tanya: kenapa tidak diganti saja dengan lampu LED yang lebih hemat energi?
Tapi tunggu, mungkin ada alasan sentimental. Lampu TL ini mungkin dipasang saat perpustakaan pertama kali dibuka. Bayangkan cerita yang disimpannya—menerangi tumpukan buku, menemani mahasiswa yang mencari pencerahan di malam-malam penuh deadline. Mungkin lampu TL ini adalah simbol dedikasi, seperti "Aku tidak akan padam sampai buku terakhir selesai dibaca."
Namun, jujur saja, saya juga berpikir lampu TL ini semacam "pengingat" kalau kita sudah ada di abad ke-21. Sebuah lampu LED bisa membuat ruangan lebih terang, lebih sejuk, dan tentunya lebih ramah lingkungan. Tapi siapa yang tidak menyukai sedikit nostalgia dari cahaya putih lembut?

Partisi Berpesan
Dan akhirnya, mata saya tertuju pada partisi di salah satu sudut ruangan. Di sana ada tulisan besar: "Harap Tenang! Quiet Please!" Saya tertawa kecil membaca pesan itu. Bukannya apa-apa, di zaman ini, siapa lagi yang membaca tulisan seperti itu? Sebagian besar orang sudah sibuk dengan gadget, dan mungkin pesan ini hanya "hiasan" untuk dekorasi ruangan.
Namun, saya mulai merenungkan esensi pesan itu. "Harap Tenang" mungkin bukan hanya permintaan, tapi sebuah filosofi hidup. Di tengah kebisingan dunia, pesan ini mengingatkan kita untuk berhenti sejenak, menarik napas, dan menikmati keheningan. Sebuah pelajaran berharga dari partisi sederhana, bukan?
Lucunya, ada satu bagian dari ruangan ini yang penuh dengan mahasiswa yang asyik berdiskusi. Jadi, tulisan "Harap Tenang" itu seperti seorang guru tua yang mencoba mengingatkan murid-murid nakal, tetapi hanya diabaikan. Ironis, tapi juga cukup menghibur.

Refleksi dan Humor Kecil
Ketiga elemen ini—kipas angin tua, lampu TL jadul, dan partisi berpesan—sebenarnya adalah simbol dari keseimbangan antara modernitas dan tradisi. Di satu sisi, teknologi baru menawarkan kemudahan dan efisiensi. Di sisi lain, benda-benda lama ini membawa cerita, kenangan, dan sentuhan manusiawi yang sulit digantikan.
Mungkin inilah pelajaran dari perpustakaan sederhana ini: modernisasi penting, tetapi jangan lupa menghargai yang lama. Seperti lampu tua yang tetap menerangi, kipas angin yang setia berputar, dan partisi yang mencoba mendisiplinkan kita dengan lembut.
Dan akhirnya, di tengah semua itu, saya menyadari betapa lucunya kehidupan. Kadang hal-hal kecil yang tampak biasa saja bisa memberikan wawasan yang mendalam—atau setidaknya membuat kita tersenyum. Kalau kipas angin, lampu, dan partisi bisa berbicara, mungkin mereka akan berkata, "Hei, nikmati momen ini. Hidup terlalu singkat untuk tidak menghargai detail kecil seperti kami."
***
Jadi, kapan terakhir kali kamu melihat kipas angin tua atau membaca tulisan di partisi perpustakaan? Jika belum, cobalah meluangkan waktu sejenak untuk memperhatikan detail kecil di sekitarmu. Siapa tahu, di sana ada cerita yang menunggu untuk diceritakan—atau setidaknya, humor kecil yang bisa membuat harimu lebih cerah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI