Belakangan ini, isu tentang "krisis transportasi" di Surabaya dan Jawa Timur cukup ramai dibicarakan. Katanya, transportasi publik di kawasan ini kurang memadai, tidak terintegrasi, atau bahkan ada yang menyebut sedang dalam "krisis." Namun, mari kita bahas ini dengan santai (biar enggak tegang). Apakah benar kita sedang di ambang "kiamat transportasi"?
Layanan Transportasi yang Ada: Bukan Kaleng-Kaleng
Sebagai pengamat transportasi yang kebetulan juga suka makan nasi rawon di warung pinggir jalan, saya ingin menegaskan bahwa layanan transportasi di Surabaya dan Jawa Timur tidak buruk, bahkan cenderung membanggakan. Contohnya, Trans Jatim sudah hadir sebagai bus rapid transit (BRT) yang melayani rute antarkota seperti Sidoarjo, Gresik, dan Mojokerto. Ini jelas kemajuan signifikan.
Belum lagi, Surabaya punya layanan bus sekolah gratis untuk pelajar. Kalau zaman saya dulu, transportasi sekolah itu ya jalan kaki atau naik sepeda. Jadi, kalau ada yang bilang layanan transportasi saat ini "krisis," sepertinya mereka lupa bahwa kita sudah jauh lebih baik dibandingkan masa lampau. Bayangkan kalau harus jalan kaki dari Bangkalan ke Surabaya? Wah, bisa jadi atlet marathon dadakan!
Transportasi di Jawa Timur: Macam-Macam dan Manfaatnya
Jawa Timur juga punya kereta api yang cukup ciamik. Rute seperti Surabaya-Malang atau Surabaya-Banyuwangi adalah bukti nyata bahwa kereta api masih menjadi tulang punggung transportasi. Selain itu, kereta api lokal seperti Komuter Surabaya-Lamongan terus beroperasi dan diminati masyarakat. Tambah lagi, ada rencana untuk mengembangkan MRT dan LRT di kawasan Gerbangkertasusila Plus (Surabaya dan sekitarnya). Kalau ini terealisasi, wah, makin top markotop!
Di sisi lain, moda transportasi tradisional seperti becak dan angkot tetap ada. Oke, mungkin jumlah mereka berkurang karena persaingan dengan ojek online, tapi bukankah ini menunjukkan adaptasi yang luar biasa? Kita tidak lagi tergantung pada moda transportasi konvensional saja.
Mengapa Disebut Krisis? (Dan Kenapa Saya Tidak Setuju)
Salah satu alasan kenapa orang menganggap ada "krisis" adalah karena tingkat keterisian transportasi publik masih rendah. Tapi, mari kita jujur: ini bukan berarti sistemnya buruk, melainkan budaya kita yang belum sepenuhnya beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Saya kasih analogi sederhana: kalau kita punya warung makan baru tapi orang-orang masih masak sendiri di rumah, apakah ini berarti warungnya buruk? Tidak, kan? Sama halnya dengan transportasi publik. Tantangannya adalah bagaimana membuat masyarakat lebih tertarik naik bus atau kereta daripada mengendarai motor atau mobil sendiri.
Pemerintah Sudah Bekerja Keras
Jangan lupa, pemerintah Jawa Timur sudah melakukan banyak hal untuk meningkatkan transportasi publik. Contohnya, tarif Trans Jatim sangat terjangkau, hanya Rp 5.000 untuk penumpang umum dan Rp 2.500 untuk pelajar. Dengan harga segitu, apa lagi yang kurang? Kalau ada yang bilang mahal, coba hitung lagi berapa biaya bensin dan parkir kalau naik kendaraan pribadi.