Pernah nggak sih, kalian merasa otak kalian itu seperti teko yang penuh air, siap tumpah kalau nggak segera dituang? Iya, teko. Bayangin, teko diisi terus sama air---nggak berhenti. Mau air putih, teh, kopi, apa pun itu, isinya meluber karena nggak pernah dituang ke gelas. Nah, itu otak kita. Kalau nggak dituang, ya bakal penuh dan lama-lama malah bikin pusing.
Menulis, kalau aku pikir-pikir, adalah cara terbaik untuk "menuang" isi teko itu. Bayangkan saja, kita punya banyak ide, cerita, atau unek-unek yang perlu dikeluarkan. Kalau dibiarkan terus di dalam, otak jadi kayak teko yang mau meledak. Mungkin ada yang bilang, "Nggak papa, idenya disimpan aja." Eh, hati-hati, lho. Ide itu kayak air---kalau kelamaan disimpan, bisa basi. Jadi ya lebih baik dituangkan.
Dan tahu nggak, menuang isi teko itu nggak cuma bikin kita lega, tapi juga bisa bikin orang lain senang. Kita ini, secara nggak sadar, adalah tuan rumah dalam sebuah pesta kehidupan. Tamu-tamu kita adalah pembaca. Mereka datang dengan "haus"---haus ide, haus hiburan, haus inspirasi. Nah, bayangin mereka baru selesai olahraga, peluh bercucuran, terus kita kasih minuman dingin dari teko kita. Segar, kan?
Karya kita, apapun bentuknya---tulisan opini, cerpen, puisi, bahkan thread di media sosial---adalah minuman itu. Kalau kita kasih minuman yang segar dan pas, para tamu akan menikmatinya dengan senyum lebar. Bisa jadi mereka malah bilang, "Wah, ini tulisan kamu bikin aku tercerahkan, lho." Nggak ada yang lebih bikin puas daripada dengar itu.
Tapi tentu saja, ada kalanya kita ragu. "Apa tulisanku bakal diminati orang?" atau "Gimana kalau isinya nggak berguna?" Tenang, bro. Teko nggak pernah mikir, "Wah, gimana ya kalau air di dalamku nggak enak?" Tugas teko cuma menuang, selesai. Soal apakah tamu suka atau nggak, itu urusan belakangan. Yang penting kita sudah berbagi.
Dan jangan lupa, teko yang kosong bukanlah akhir dari segalanya. Justru itu kesempatan untuk mengisinya lagi. Begitu kita menuang semua isi kepala ke dalam tulisan, otak kita punya ruang untuk hal-hal baru. Kita bisa baca buku, ngobrol sama teman, nonton film, atau sekadar duduk di taman sambil meresapi hidup. Semua itu adalah proses "mengisi ulang".
Ada yang bilang, "Tapi kalau kosong, aku jadi bingung mau nulis apa lagi!" Nah, ini sebenarnya masalah mindset. Kosong itu bukan berarti nggak punya apa-apa. Kosong itu artinya siap diisi. Pikiran yang fresh itu lebih baik daripada pikiran yang penuh sampai sesak, nggak ada ruang buat ide-ide baru.
Menulis itu nggak harus muluk-muluk, kok. Nggak harus jadi novel setebal bantal atau esai super serius. Mulai aja dari hal-hal kecil. Ceritain pengalaman lucu hari ini, opini soal tren terbaru, atau sekadar curhat ringan yang mungkin bisa bikin orang lain nyengir. Bahkan hal-hal sederhana bisa jadi segar buat orang lain, apalagi kalau ditulis dengan gaya santai dan apa adanya.
Kalau dipikir-pikir, menulis itu juga semacam latihan kebugaran untuk otak. Setiap kali kita menuangkan ide, kita sebenarnya sedang melatih pikiran untuk lebih fokus, lebih kreatif, dan lebih terorganisir. Sama seperti olahraga, awalnya mungkin berat. Tapi lama-lama, kita akan merasa lebih ringan, lebih segar.
Dan tahu nggak, efek samping menulis itu luar biasa. Bukan cuma bikin lega karena teko kosong, tapi juga bikin kita sadar betapa banyak yang sebenarnya kita tahu. Kadang, saat menuangkan pikiran ke tulisan, kita baru sadar, "Eh, ternyata aku punya pendapat yang cukup keren soal ini." Menulis itu membuka pintu-pintu dalam diri kita yang sebelumnya tertutup rapat.
Jadi, teman-teman, mulai sekarang coba anggap menulis sebagai proses "menghidangkan minuman". Setiap kata yang kita tulis adalah tetesan air dari teko kita. Kalau ada yang nggak suka, ya nggak apa-apa. Mungkin mereka lagi nggak haus, atau seleranya beda. Tapi selama kita tulus menuang, pasti ada yang akan menikmatinya.
Dan jangan lupa, teko yang kosong itu bukan untuk dibiarkan begitu saja. Isilah lagi dengan sesuatu yang segar, yang baru. Hidup ini penuh dengan cerita yang bisa kita ambil, pelajaran yang bisa kita petik, dan pengalaman yang bisa kita bagi. Selalu ada sesuatu yang bisa dituangkan, selalu ada tamu yang butuh minuman segar.
Jadi, ayo menulis. Bukan karena kita harus, tapi karena kita ingin berbagi. Karena kita tahu, di luar sana ada orang-orang yang menunggu segelas "minuman" dari teko kita. Dan siapa tahu, suatu hari mereka juga akan membalas dengan teko mereka sendiri. Begitulah hidup, berbagi tanpa henti.
Yuk, keluarkan isi teko kalian, dan biarkan dunia menikmatinya. Kalau teko kita habis, nggak masalah. Kita isi lagi, dan lagi. Hidup ini terlalu singkat untuk membiarkan teko kita meluber tanpa pernah berbagi. Jadi, selamat menulis, dan jangan lupa---tuangkan dengan cinta, karena itu yang bikin minumanmu terasa lebih segar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H