Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Antara Tugas dan Menikmati Kehidupan Desa

11 Januari 2025   19:27 Diperbarui: 11 Januari 2025   19:27 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kelompok KKN Desa Taji

Perjalanan Seru ke Lereng Bromo

Apa yang ada di benak Anda jika mendengar kata "KKN"? Mungkin Anda membayangkan mahasiswa yang sibuk dengan pengabdian masyarakat, tidur di rumah penduduk, atau masak bersama seadanya. Tapi kali ini, saya, seorang dosen pembimbing lapangan (DPL), punya cerita yang berbeda soal KKN di Desa Taji, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Bersiaplah untuk kisah penuh senyum bahagia, tantangan medan ekstrem, dan kopi yang nikmat.

Pagi yang Dingin dan Sepeda Motor Listrik

Pukul 08.00 pagi, saya berangkat dari rumah di daerah Tunggulwulung, Kota Malang. Dengan sepeda motor listrik kesayangan, saya melaju menuju Desa Taji. Misi hari ini adalah monitoring kegiatan mahasiswa KKN yang sudah dua minggu saya serahkan ke pihak desa. Tapi, tahukah Anda? Medan menuju Desa Taji ini bisa bikin motor biasa nangis, apalagi motor listrik saya yang lebih cocok buat jalanan datar.

Setelah 45 menit perjalanan, saya tiba di kantor Kecamatan Jabung. Di sini, Salman, ketua kelompok KKN, menjemput saya dengan sepeda motornya. "Pak, medannya ekstrem lho. Motor bapak nggak akan kuat," katanya sambil terkekeh. Benar saja, dari kantor kecamatan ke lokasi butuh waktu 30 menit, melewati jalan sempit di tepi jurang yang hanya cukup untuk satu mobil. Kalau ada mobil pickup pengangkut hasil bumi datang dari arah berlawanan, siap-siap tarik napas panjang.

Sambutan Hangat Mahasiswa KKN

Sampai di lokasi, saya langsung disambut mahasiswa dengan senyuman ramah. "Selamat datang, Pak!" ujar mereka serempak. Mereka tampak betah tinggal di desa ini, meski sudah dua minggu berada di lokasi. Katanya, hawa dingin pegunungan dan keramahan warga membuat mereka merasa seperti di rumah sendiri.

Kami langsung duduk bersama untuk berbincang-bincang. Topiknya serius: bagaimana membuat laporan kegiatan dalam bentuk artikel jurnal yang nantinya akan disubmit ke jurnal pengabdian masyarakat. "Pak, ini pertama kalinya kami menulis artikel jurnal. Bingung juga sih," kata salah satu mahasiswa. Saya pun menjelaskan bahwa laporan mereka adalah hasil penelitian kualitatif, dengan analisis SWOT sebagai metode utama. Mendengar penjelasan ini, mereka langsung semangat menyusun daftar wawancara. Luar biasa, ya!

Makan Siang: Sederhana tapi Nikmat

Setelah diskusi, kami makan siang bersama. Menu hari itu sederhana: oseng-oseng tempe, nasi hangat, dan kerupuk putih. Tapi, jangan remehkan kesederhanaannya. Rasanya nikmat sekali, mungkin karena masakan ini hasil karya mahasiswa KKN sendiri. Minumnya? Air putih langsung dari sumber mata air pegunungan. Tanpa direbus, segar dan alami. Saya merasa seperti sedang minum air surga (oke, mungkin agak berlebihan, tapi serius, enak banget!).

Makan siang bersama. (Dokumen pribadi)
Makan siang bersama. (Dokumen pribadi)

Ngopi di Lereng Gunung Bromo

Selesai makan siang, salah satu mahasiswa berkata, "Pak, di sini ada kafe yang terkenal, lho. Namanya Kopi Taji." Ternyata, jarak kafe tersebut hanya 200 meter dari basecamp mahasiswa. Kami pun berjalan kaki ke sana. Bayangkan, sebuah kafe di ketinggian lereng Gunung Bromo, dikelilingi kabut tipis dan hawa dingin. Surga kecil di atas awan, begitu saya menyebutnya.

Saya memesan segelas Vietnam drip. Saat menyeruput kopi pertama, saya langsung paham kenapa banyak pengunjung rela mendaki medan ekstrem hanya untuk menikmati kopi ini. Aroma dan rasanya benar-benar istimewa, seolah kopi ini punya cerita panjang sebelum akhirnya tersaji di cangkir saya.

Di kafe ini, kami melanjutkan diskusi. Para mahasiswa tampak antusias berbicara tentang hasil wawancara dan rencana analisis data. Meski latar belakang mereka beragam---ada yang dari jurusan MIPA, teknik, dan sosial---mereka mampu bekerja sama dengan baik. Saya merasa bangga melihat semangat mereka.

Ngopi di Kafe Taji Lereng Bromo. (Dokumen pribadi)
Ngopi di Kafe Taji Lereng Bromo. (Dokumen pribadi)

Kehangatan di Tengah Dingin

Selain diskusi serius, momen santai juga terasa begitu hangat. Kami bercanda, berbagi cerita lucu tentang kehidupan di desa, dan menikmati suasana pegunungan. Mahasiswa bercerita bagaimana mereka belajar banyak hal baru selama tinggal di Desa Taji. Mulai dari memasak, beradaptasi dengan adat setempat, hingga membantu warga dalam berbagai kegiatan.

"Pak, di sini sinyal susah. Tapi justru itu bikin kami lebih sering ngobrol sama warga," kata salah satu mahasiswa. Mereka bahkan belajar memerah susu sapi dan memanen sayur. Saya tertawa mendengar cerita mereka yang mencoba membawa hasil panen ke pasar dengan mobil pickup, tapi malah nyasar ke desa sebelah.

Kopi khas Desa Taji. (Dokumen pribadi)
Kopi khas Desa Taji. (Dokumen pribadi)

Perjalanan Pulang: Tetap Seru

Pukul 15.00, saya diantar kembali ke kantor kecamatan. Perjalanan pulang ini terasa lebih santai, meski jalan tetap ekstrem. Saya merasa puas dan senang bisa menghabiskan waktu bersama mahasiswa yang luar biasa ini. Sampai di rumah pukul 17.00, saya langsung merenung: menjadi DPL memang bukan sekadar tugas, tapi juga pengalaman yang memberikan banyak pelajaran berharga.

Dua Minggu Lagi, Sampai Jumpa Lagi

Dua minggu lagi, saya akan kembali ke Desa Taji untuk menjemput mahasiswa KKN. Saya sudah tidak sabar melihat hasil laporan mereka dan mendengar cerita-cerita baru dari kehidupan di desa. Perjalanan kali ini mengajarkan saya bahwa pengabdian masyarakat bukan hanya tentang membantu warga, tapi juga tentang belajar, berbagi, dan menikmati momen bersama.

Jadi, kalau Anda punya kesempatan menjadi DPL atau sekadar ingin menikmati kopi di lereng Gunung Bromo, jangan ragu untuk datang ke Desa Taji. Siapa tahu, Anda juga akan menemukan cerita-cerita seru yang tak terlupakan. Selamat berpetualang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun