Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menghindari Ketidaksadaran dalam Hidup

9 Januari 2025   07:53 Diperbarui: 9 Januari 2025   07:53 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelajaran dari Katak yang Direbus

Dalam filsafat, metafora sering menjadi alat yang ampuh untuk merenungi hakikat keberadaan manusia. Salah satu metafora yang sering digunakan adalah cerita tentang katak yang direbus---sebuah alegori sederhana namun menggugah yang menggambarkan bagaimana manusia, dalam ketidaksadaran, sering kali menjadi korban dari akumulasi perubahan kecil.

Cerita ini menyatakan bahwa seekor katak, jika dimasukkan langsung ke dalam air mendidih, akan segera melompat keluar, menyadari bahaya yang mengancam hidupnya. Namun, jika air dipanaskan secara perlahan, katak tersebut tidak akan menyadari bahaya yang mengintai sampai akhirnya mati direbus. Metafora ini bukan hanya relevan untuk memahami dinamika perubahan yang lambat tetapi juga mencerminkan persoalan eksistensial dalam kehidupan manusia: ketidaksadaran akan bahaya yang timbul secara bertahap.

Manusia dan Ketidaksadaran Kolektif

Di dalam kehidupan, banyak dari kita yang menjadi "katak yang direbus" secara metaforis. Perubahan yang terjadi perlahan-lahan sering kali luput dari perhatian kita karena sifatnya yang tidak dramatis. Kita tidak sadar bagaimana pola makan buruk, keputusan finansial sembrono, atau ketidakpedulian terhadap kesehatan mental kita perlahan-lahan menggerogoti kesejahteraan kita. Dalam filsafat, ini sejalan dengan konsep banalitas kejahatan yang dipopulerkan oleh Hannah Arendt. Bahaya besar tidak selalu muncul dalam bentuk yang mengancam secara langsung; sering kali ia muncul dalam bentuk kebiasaan kecil yang terasa tidak penting.

Ketidaksadaran ini adalah musuh terbesar manusia. Ia merampas kebebasan kita untuk membuat keputusan sadar dan mengikat kita dalam rutinitas pasif yang perlahan-lahan membentuk nasib kita. Seperti katak yang tidak merasakan air di sekelilingnya mulai mendidih, kita sering gagal memahami bagaimana keputusan kecil kita hari ini menentukan masa depan kita.

Waktu dan Akumulasi: Hakikat Perubahan

Salah satu pelajaran penting yang dapat kita tarik dari metafora ini adalah pemahaman tentang waktu dan akumulasi. Dalam filsafat eksistensialisme, waktu adalah elemen sentral dalam kehidupan manusia. Martin Heidegger berbicara tentang manusia sebagai makhluk yang "menuju kematian," menekankan bahwa setiap momen memiliki bobot eksistensial. Namun, dalam rutinitas sehari-hari, waktu sering kali kehilangan maknanya. Kita terjebak dalam siklus tindakan yang berulang tanpa menyadari bagaimana setiap tindakan kecil berkontribusi pada akumulasi yang lebih besar.

Pertanyaannya adalah, bagaimana kita dapat keluar dari ketidaksadaran ini? Jawabannya terletak pada pengembangan kesadaran diri yang mendalam. Dalam pemikiran stoisisme, Marcus Aurelius mengajarkan bahwa kehidupan adalah serangkaian momen yang harus dihidupi dengan penuh perhatian. Setiap tindakan kecil harus dipahami dalam konteks yang lebih besar. Bahkan hal-hal yang tampak sepele, seperti makan berlebihan, melewatkan olahraga, atau membiarkan diri terjebak dalam utang kecil, adalah bagian dari pola yang lebih besar yang membentuk hidup kita.

Kesadaran Sebagai Revolusi Eksistensial

Untuk melawan akumulasi bahaya ini, manusia perlu mempraktikkan kesadaran penuh. Kesadaran penuh bukan hanya sekadar perhatian terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar kita, tetapi juga kemampuan untuk melihat diri kita sendiri dalam konteks waktu dan perubahan. Kita harus bertanya: Bagaimana tindakan kecil saya hari ini memengaruhi hidup saya lima tahun ke depan? Pertanyaan ini bukan hanya pertanyaan praktis, tetapi juga pertanyaan filsafat. Ia mengharuskan kita untuk memahami bahwa kehidupan adalah akumulasi dari pilihan-pilihan kecil.

Nietzsche dalam karyanya Thus Spoke Zarathustra berbicara tentang konsep "eternal recurrence" atau pengulangan abadi. Ia menantang pembacanya untuk membayangkan bahwa setiap keputusan yang mereka buat akan diulang selamanya. Jika kita mengadopsi perspektif ini, kita akan menjadi lebih hati-hati terhadap tindakan kita, karena setiap keputusan kecil akan memiliki bobot moral dan eksistensial yang besar.

Pilihan dalam Kesadaran

Metafora katak yang direbus adalah peringatan bagi kita semua. Ia mengajarkan bahwa ketidaksadaran adalah bentuk kematian yang paling lambat tetapi pasti. Untuk melawannya, kita harus mengadopsi kesadaran sebagai cara hidup. Dalam filsafat eksistensialisme, ini berarti menjadi individu yang otentik---seseorang yang memahami bahwa setiap tindakan kecil memiliki konsekuensi yang besar.

Hidup bukanlah sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Hidup adalah akumulasi. Pilihan kecil hari ini adalah fondasi dari realitas masa depan kita. Oleh karena itu, jangan menjadi seperti katak yang direbus. Jadilah individu yang sadar, yang mampu melihat perubahan kecil sebagai bagian dari gambaran besar. Sebab, hanya dalam kesadaran, kita benar-benar hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun