Saat ini, media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Tapi, seberapa banyak dari kita yang merasa waktu di media sosial lebih sering terbuang sia-sia?Â
Lalu, muncul tren microlearning -- metode belajar singkat yang digadang-gadang sebagai pengganti scroll tanpa arah di media sosial. Namun, bagaimana kalau kita bisa menggabungkan keduanya? Mari kita bahas, let's go.
Ketika Media Sosial adalah "Tuhan Waktu Luang"
Media sosial seperti teman toxic: dia memberikan kita hiburan, tapi pelan-pelan mencuri waktu produktif kita. Anda tahu kan, skenario klasik ini? "Cuma mau cek notifikasi sebentar," lalu dua jam kemudian anda menemukan diri anda menonton video kucing belajar yoga. Siapa yang bisa menolak pesona algoritma?
Namun, bukannya media sosial itu buruk. Jika digunakan dengan bijak, media sosial bisa menjadi ladang ilmu yang subur. Bahkan, beberapa orang lebih banyak belajar dari TikTok daripada buku teks (walaupun ini kadang menakutkan). Yang jadi masalah adalah pola pemakaian yang salah: terlalu banyak konsumsi tanpa arah. Maka, muncullah ide untuk mengganti waktu di media sosial dengan microlearning.
Microlearning: Solusi Anti Lupa Materi
Microlearning adalah belajar dalam dosis kecil -- seperti ngemil keripik, tapi lebih sehat untuk otak. Metode ini cocok untuk mereka yang punya waktu sempit atau rentang perhatian sependek durasi iklan YouTube. Dengan hanya 5-10 menit sehari, Anda bisa mempelajari apa saja, mulai dari sejarah Kekhalifahan Abbasiyah hingga cara memotong bawang tanpa menangis (penting untuk hidup sehat secara emosional).
Namun, ini bukan berarti anda harus memutus hubungan dengan media sosial sepenuhnya. Ide mengganti media sosial dengan microlearning terdengar seperti meminta seseorang berhenti makan nasi. Tidak realistis. Sebaliknya, kenapa tidak menjadikan media sosial sebagai platform untuk microlearning? Mari kita ubah skenario "scrolling tanpa arah" menjadi "scrolling berfaedah".
Media Sosial sebagai Arena Microlearning
Bayangkan ini: Anda membuka Instagram, dan alih-alih melihat foto kopi susu yang fotogenik, anda menemukan infografis singkat tentang algoritma AI. Atau anda membuka TikTok dan terinspirasi oleh video satu menit yang menjelaskan konsep dasar fisika kuantum dengan kartun lucu. Apakah itu tidak terdengar seperti utopia pembelajaran?
Berikut adalah beberapa cara untuk memanfaatkan media sosial sebagai alat microlearning:
Follow Akun Edukatif. Jika anda belum melakukannya, segera follow akun-akun seperti "Science Memes Indonesia" atau "Sejarah Singkat." Pilihan konten mereka membuat belajar jadi ringan dan menyenangkan. Plus, anda bisa tampil pintar saat ngobrol dengan teman-teman ("Tahukah kamu, paus biru bisa hidup hingga 90 tahun?").
Gunakan Fitur Pencarian. Algoritma media sosial sebenarnya bisa membantu anda menemukan konten yang relevan, asalkan anda tahu cara memanfaatkannya. Ketik "tips Islamic Studies" atau "belajar coding untuk pemula," dan voila! anda akan disuguhkan berbagai konten menarik yang sesuai minat Anda.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!