Siapa sangka, dua negara yang jaraknya ribuan kilometer, dipisahkan oleh lautan dan benua, bisa muncul bersama di panggung global berkat OCCRP? Ya, OCCRP alias Organized Crime and Corruption Reporting Project. Sebuah lembaga yang, ironisnya, membuat tokoh-tokoh tertentu mendadak jadi selebriti dunia --- tentu saja dalam kategori yang kurang membanggakan. Dan tahun ini, dua nama dari dua negara kita bahas ini, Presiden Kenya William Ruto dan mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), masuk daftar. Apa yang menarik dari cerita ini?
Kenya: Pionir Fintech dengan Presiden Paling Dinominasikan
Kenya dikenal sebagai Silicon Savannah, tempat di mana inovasi teknologi berkembang pesat. Dari M-Pesa, layanan pembayaran digital yang telah mengubah hidup jutaan orang --- tepatnya 50 juta pengguna --- hingga ekosistem startup yang gemilang, Kenya memang punya banyak cerita sukses untuk dibanggakan. Tapi, tahukah Anda? Tahun ini, Presiden Kenya William Ruto memecahkan rekor sebagai penerima nominasi publik terbanyak untuk "Person of the Year" OCCRP.
Lebih dari 40.000 nominasi! Sebagai perbandingan, ini hampir lima kali lipat dari populasi Monaco. Dengan PDB Kenya yang mencapai USD 87,9 miliar dan tingkat demokrasi sebesar 48 dari 100 menurut Freedom House, Kenya menunjukkan paradoks yang menarik: negara dengan inovasi luar biasa tetapi menghadapi tantangan serius dalam tata kelola dan korupsi.
Namun, Kenya punya gaya. Bahkan dalam kontroversi sekalipun, negara ini tetap mencuri perhatian dunia. Seperti Silicon Savannah yang terus bersinar dengan kontribusi USD 1 miliar dari sektor startup pada tahun 2023, Kenya tampaknya mengerti cara mengelola citra --- baik itu melalui inovasi maupun, ehm, nominasi.
Indonesia: Sang Macan Asia yang Tertantang
Sementara itu, Indonesia, dengan statusnya sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan PDB USD 1,2 triliun dan tingkat demokrasi sebesar 59 dari 100 menurut Freedom House, juga tak mau kalah mencuri perhatian. Mantan Presiden Jokowi, sosok yang selama dua periode kepemimpinannya dikenal dengan gaya blusukan dan pembangunan infrastruktur masif, masuk daftar finalis OCCRP. Reaksi publik? Campur aduk.
Bagi sebagian orang, masuk daftar OCCRP adalah penghinaan terhadap warisan Jokowi. "Bagaimana mungkin? Beliau membangun jalan tol sepanjang 2.400 kilometer, bandara baru di berbagai daerah, dan MRT!" seru pendukungnya. Sebagai perbandingan, panjang jalan tol ini setara dengan perjalanan darat dari Jakarta ke Kabul, Afghanistan! Tapi bagi yang lain, ini adalah refleksi dari tantangan mendalam yang masih dihadapi Indonesia: korupsi yang terorganisir dan mengakar.
Yang menarik, meski Jokowi tidak memenangkan penghargaan --- penghargaan itu jatuh ke tangan Bashar al-Assad dari Suriah --- nama Indonesia tetap mencuri headline internasional. Ini seperti berada di panggung Miss Universe, tapi Anda hanya masuk Top 10. Bukan kemenangan, tapi tetap bikin heboh.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Sebenarnya, kita cukup senang dengan adanya pemeringkatan OCCRP ini. Kenapa? Karena pemeringkatan ini membuka mata banyak orang tentang tantangan serius yang dihadapi negara-negara, termasuk Kenya dan Indonesia, dalam memberantas korupsi dan kejahatan terorganisir. Dengan adanya perhatian global ini, ada harapan bahwa langkah-langkah pembenahan akan semakin diprioritaskan, baik oleh pemimpin maupun masyarakatnya.
Kita juga tidak perlu malu dengan masuknya Jokowi dalam daftar OCCRP ini. Sebaliknya, ini bisa menjadi pembelajaran penting bagi rakyat Indonesia dalam memahami dinamika politik, demokrasi, dan tantangan melawan korupsi. Pemeringkatan ini mengingatkan kita bahwa perjuangan melawan korupsi adalah tugas bersama yang memerlukan keterlibatan semua pihak, mulai dari pemimpin hingga warga biasa.
Sebenarnya, kita cukup senang dengan adanya pemeringkatan OCCRP ini. Kenapa? Karena pemeringkatan ini membuka mata banyak orang tentang tantangan serius yang dihadapi negara-negara, termasuk Kenya dan Indonesia, dalam memberantas korupsi dan kejahatan terorganisir. Dengan adanya perhatian global ini, ada harapan bahwa langkah-langkah pembenahan akan semakin diprioritaskan, baik oleh pemimpin maupun masyarakatnya.