Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Ingin Tahu dan Rasa Takut

4 Januari 2025   05:04 Diperbarui: 4 Januari 2025   06:38 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sudut pandang sosiologi kritis, kartun ini juga bisa dilihat sebagai alegori dari dominasi manusia atas alam. Dengan menggunakan derek dan kerangka besi, manusia menciptakan posisi superior atas sapi-sapi tersebut. Namun, dominasi ini hanya menciptakan ilusi kekuasaan; pada kenyataannya, manusia tetap merasa kecil di hadapan alam.

Hubungan manusia dengan alam sering kali bersifat eksploitatif. Sapi dalam kartun ini adalah simbol dari hewan ternak yang dipelihara untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun, alih-alih memperlakukan sapi dengan penghormatan sebagai sesama makhluk hidup, manusia memandang mereka sebagai sumber daya semata. Filosofi ini mencerminkan kritik terhadap bagaimana kapitalisme modern memandang alam sebagai objek untuk dimanfaatkan, tanpa memperhitungkan dampak ekologis atau moralnya.

Refleksi: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Kartun ini, meskipun ringan dan jenaka, mengandung pesan mendalam tentang hubungan manusia dengan dunia di sekitarnya. Sebagai manusia modern, kita perlu merenungkan kembali cara kita memandang dan berinteraksi dengan alam. Ketakutan yang tidak berdasar hanya menciptakan jarak, sedangkan keingintahuan yang tulus --- tanpa rasa superioritas --- adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis dengan dunia non-manusia.

Secara psikologis, kita juga diajak untuk memeriksa rasa takut kita sendiri. Apakah ketakutan itu benar-benar berakar pada ancaman nyata, ataukah hanya bayangan imajinasi kita? Kartun ini mengingatkan kita bahwa, sering kali, rasa takut adalah refleksi dari ketidaktahuan kita, bukan realitas yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, kartun Gary Larson ini adalah cerminan dari dualitas manusia: makhluk yang penuh rasa ingin tahu, tetapi juga rapuh dalam menghadapi dunia yang sebenarnya sangat akrab. Dalam kerangka besi itu, kita melihat diri kita sendiri --- terkungkung oleh konstruksi sosial, psikologis, dan teknologi yang kita ciptakan, tetapi tetap mencari jalan untuk memahami dunia dengan cara kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun