Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan PPN, Siapa Sebenarnya yang Diuntungkan?

2 Januari 2025   07:40 Diperbarui: 2 Januari 2025   07:40 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangunan infrastruktur dari uang pajak (Sumber: Freepik/tawatchai07)

Dalam beberapa waktu terakhir, isu terkait efek domino kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kerap menjadi perbincangan hangat. Banyak pihak, baik individu maupun perusahaan, menjadikan kenaikan PPN sebagai kambing hitam atas meningkatnya harga barang dan jasa di pasaran. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, efek domino tersebut sebenarnya bukanlah murni akibat kenaikan PPN itu sendiri, melainkan lebih terkait dengan praktik di jalur distribusi yang memanfaatkan situasi ini untuk meraup keuntungan lebih besar.

Pemahaman Dasar tentang PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa. Satu hal penting yang harus dipahami adalah bahwa PPN ini hanya dibebankan kepada konsumen akhir. Artinya, dalam rantai distribusi, setiap pelaku yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki hak untuk mengkreditkan PPN yang telah mereka bayarkan sebelumnya. Secara teknis, mekanisme ini memastikan bahwa beban pajak tidak berlapis dan hanya dirasakan oleh konsumen akhir.

Contohnya, sebuah distributor yang membeli barang senilai Rp1.000.000 dengan PPN 11% (Rp110.000) memiliki hak untuk memungut PPN 11% saat menjual barang tersebut. Selisih antara PPN yang dipungut dan PPN yang dibayar akan disetorkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan demikian, PPN bagi pelaku usaha PKP sebenarnya hanyalah komponen yang dicatat sebagai hutang piutang pajak, bukan beban biaya operasional.

Namun, situasi berbeda berlaku bagi pelaku usaha non-PKP. Karena tidak dapat mengkreditkan PPN, mereka menanggung beban penuh atas pajak tersebut. Beban ini dapat mereka masukkan sebagai komponen Harga Pokok Produksi (HPP). Meskipun demikian, pelaku non-PKP tidak memiliki kewenangan untuk memungut PPN dari konsumennya.

Efek Domino atau Ulah Aji Mumpung?

Ketika pemerintah mengumumkan kenaikan PPN, muncul reaksi berantai di mana harga barang dan jasa meningkat secara tidak proporsional. Banyak pelaku usaha di jalur distribusi memanfaatkan momen ini untuk menaikkan harga dengan alasan "penyesuaian PPN." Praktik ini sering kali tidak berdasar karena kenaikan PPN seharusnya hanya berdampak kecil terhadap harga akhir barang atau jasa.

Sebagai ilustrasi, barang dengan nilai Rp1.000.000 yang dikenakan PPN 11% memiliki harga akhir Rp1.110.000. Jika PPN naik menjadi 12%, harga barang tersebut menjadi Rp1.120.000. Selisihnya hanya Rp10.000 atau sekitar 0,9%, bukan 9% seperti yang sering disampaikan oleh berbagai media atau oknum tertentu. Sayangnya, narasi yang keliru ini menciptakan persepsi salah di masyarakat, yang akhirnya memperkuat efek domino kenaikan harga.

Media juga memainkan peran penting dalam memperbesar efek domino ini. Gembar-gembor mengenai kenaikan harga akibat PPN sering kali tidak menyertakan penjelasan yang akurat. Akibatnya, masyarakat cenderung menerima informasi secara mentah tanpa memahami konteks sebenarnya. Hal ini memberikan ruang bagi distributor untuk menaikkan harga secara signifikan dengan dalih mengikuti "trend kenaikan PPN."

Menelaah Kembali Peran Media dan Edukasi Publik

Salah satu penyebab utama efek domino adalah kurangnya edukasi publik tentang mekanisme PPN. Banyak konsumen yang tidak memahami bahwa PPN hanya dikenakan pada konsumen akhir dan bahwa pelaku usaha PKP memiliki hak untuk mengkreditkan PPN. Ketidaktahuan ini menciptakan celah bagi oknum distributor untuk memanfaatkan situasi dengan alasan kenaikan pajak.

Media seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang jelas dan akurat. Alih-alih menggembar-gemborkan kenaikan harga yang sensasional, media perlu menyampaikan fakta secara objektif, termasuk dampak sebenarnya dari kenaikan PPN. Edukasi publik juga harus ditingkatkan agar masyarakat lebih kritis terhadap narasi kenaikan harga yang tidak berdasar.

Menyeimbangkan Kesejahteraan Ekonomi

Kenaikan PPN adalah salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan. Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada pemahaman dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat, termasuk pelaku usaha di jalur distribusi. Jika semua pihak memahami mekanisme PPN dan bertindak secara bertanggung jawab, efek domino yang merugikan dapat diminimalisir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun