Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Zen dan Realitas Hidup Kita

18 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   08:31 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini, hidup kita tidak jauh berbeda dengan taman Zen di hari pertama sekolah. Apa itu taman Zen? Sebuah ruang sederhana berisi pasir putih, batu-batu hitam, dan mungkin satu-dua pohon bonsai. Taman ini, dalam tradisi Jepang, bukan sekadar dekorasi. Ia adalah cermin ketenangan batin. Garis-garis halus yang disapu rapi di pasirnya adalah jejak meditasi, ketajaman fokus, dan penerimaan atas ketidaksempurnaan.

Namun, lihat apa yang terjadi dalam kartun hari pertama sekolah taman Zen. Para "murid" sibuk dengan kesalahpahaman mereka. Ada yang bermain pasir seperti anak kecil, ada yang membangun istana, ada yang menabrak tiang karena tidak fokus, dan ada yang bingung diam di pojokan. Semua itu terasa lucu, tetapi jika kita renungkan lebih dalam, bukankah itu cermin hidup kita?

Kita hidup di era yang menuntut banyak hal. Karier harus sempurna, hubungan harus bahagia, masa depan harus terencana. Kita sibuk menggambar pola besar dalam hidup, tetapi seringkali justru lupa pada esensi ketenangan di balik semua itu. Sama seperti murid yang membangun istana pasir di taman Zen, kita sering menghabiskan energi untuk sesuatu yang mungkin sementara. Istana pasir akan hancur ketika angin bertiup, tetapi kita terus membangunnya seakan-akan itu adalah segalanya.

Taman Zen mengajarkan sesuatu yang sederhana: hadir di momen ini. Menarik napas dalam-dalam, merapikan garis-garis pasir, dan menikmati prosesnya. Tidak perlu terburu-buru, tidak perlu mengkhawatirkan hasilnya. Garis sempurna atau tidak, itu bukan masalah. Yang penting adalah bagaimana kita melakukannya dengan kesadaran penuh.

Tetapi sayangnya, kita kerap menabrak "tiang-tiang" kehidupan karena tidak fokus. Ada tiang pekerjaan, tiang ekspektasi orang lain, tiang media sosial yang membombardir kita dengan gambaran kesuksesan instan. Kita lupa bahwa berjalan terlalu cepat tanpa kesadaran bisa membuat kita jatuh, bahkan dalam taman sekecil apapun. Ketika kepala kita penuh dengan kekacauan, bagaimana mungkin kita bisa menyapu pasir dengan rapi?

Saya ingat pernah membaca kalimat bijak dari filsuf Zen: "You should sit in meditation for twenty minutes every day. Unless you're too busy. Then you should sit for an hour." (artinya, "Anda harus duduk bermeditasi selama dua puluh menit setiap hari. Kecuali jika Anda terlalu sibuk. Kalau begitu, Anda harus duduk selama satu jam.") Sebuah tamparan lembut. Semakin sibuk kita, justru semakin kita perlu berhenti sejenak. Memaksa diri untuk diam bukan berarti kita kalah oleh waktu. Sebaliknya, diam memberi kita ruang untuk memahami arah langkah berikutnya.

Lalu bagaimana jika kita bingung? Jika kita, seperti salah satu murid di pojok taman Zen itu, tidak tahu harus melakukan apa? Nah, kebingungan itu sendiri adalah tanda awal kesadaran. Karena hanya mereka yang sadar bahwa hidupnya berantakan yang bisa mulai merapikannya. Kadang, kita hanya perlu duduk dan menerima bahwa kita belum paham. Tidak apa-apa jika garis pasir kita tidak seindah milik orang lain. Itu bukan kompetisi.

Hidup adalah taman Zen. Pasirnya adalah waktu, dan batu-batunya adalah tantangan. Anda bisa menyapu pasir itu perlahan, dengan garis-garis yang membawa kedamaian, atau Anda bisa bermain-main, membuat istana sementara yang pada akhirnya lenyap. Pilihannya ada di tangan Anda.

Jika hari ini hidup terasa seperti hari pertama sekolah taman Zen -- kacau, penuh kebingungan -- ingatlah bahwa itu adalah bagian dari proses. Tidak ada yang langsung mahir pada sapuan pertama. Tidak ada yang langsung tenang di tengah dunia yang berisik. Bahkan murid Zen yang paling bijak pun pernah menabrak tiang, membangun istana pasir, atau duduk bingung di pojok.

Yang perlu kita lakukan hanyalah memulai lagi. Ambil napas. Ambil sapu kecil itu. Dan mulailah membuat garis pertama di pasir kehidupan Anda. Satu garis sederhana. Satu tindakan kecil. Sebuah kesadaran bahwa Anda hadir di sini, saat ini. Bukankah itu sudah cukup indah?

Di akhir hari, tidak masalah jika taman Zen Anda belum sempurna. Yang penting, Anda belajar menikmati prosesnya. Karena pada akhirnya, kebahagiaan itu tidak terletak pada hasil, tetapi pada bagaimana kita hadir sepenuhnya dalam setiap langkahnya.

Jadi, mari kita mulai. Anggap hari ini adalah hari pertama sekolah Zen Anda. Jangan khawatir menabrak tiang. Itu bagian dari perjalanan.

Dan ingat, setiap garis pasir yang Anda sapu, sekecil apapun, adalah meditasi. Sebuah tanda bahwa Anda memilih untuk merapikan, bukan merusak. Sebuah tanda bahwa Anda memilih kedamaian, meskipun dunia di sekitar Anda kacau. Itulah kekuatan sejati Zen.

Selamat menyapu taman kehidupan Anda, satu garis demi satu garis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun