Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Belajar dari Siput dan Kura-Kura

17 November 2024   13:16 Diperbarui: 17 November 2024   13:46 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://kwejk.pl/przegladaj/3857561/0/o-czym-mysla-zwierzeta.html

  • Panel Pertama: Kura-kura menawarkan tumpangan kepada siput dengan pertanyaan: "Masz ochote na przejazdzke?" (Butuh tumpangan?). Siput tampaknya setuju dan menaiki punggung kura-kura.

  • Panel Kedua: Saat berada di punggung kura-kura, siput terlihat panik dan berkata: "Ziomek!! Zwolnij! Chcesz nas pozabijac czubku!?!" (Hei! Pelan-pelan! Kamu akan membunuh kita!?!). Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan kura-kura, yang sebenarnya lambat, dianggap terlalu cepat oleh siput.

Tadi pagi aku melihat sebuah kartun sederhana yang melintas di beranda akun media sosialku, tapi entah kenapa, lucu dan sedikit menohok juga. Ada kura-kura yang menawarkan tumpangan pada siput. Di awal, semuanya terlihat santai, tapi di panel berikutnya, si siput panik karena merasa kura-kura terlalu cepat. Aku ketawa kecil, lalu diam sebentar. Kok rasanya, ada sesuatu yang bisa aku pelajari dari situ.  

Pertama, aku jadi mikir tentang ritme hidupku sendiri. Aku sering merasa ritme hidup orang lain, terutama mereka yang "lambat" menurutku, nggak cocok sama ritmeku. Kadang, aku ingin semuanya serba cepat, efisien, selesai sekarang juga. Tapi mungkin, buat orang lain, aku ini justru seperti kura-kura: terlalu cepat, terlalu mendesak. Mungkin mereka butuh waktu untuk memahami, untuk mengejar. Bukankah setiap orang punya standar kecepatannya sendiri?  

Aku juga jadi ingat beberapa situasi di mana aku merasa seperti siput. Misalnya, ketika harus belajar sesuatu yang benar-benar baru, apalagi teknologi atau tren yang terus berubah. Aku sering merasa tertinggal, panik, dan ingin semuanya pelan-pelan saja. Tapi dunia di luar sana nggak bisa menunggu. Mereka seperti kura-kura yang terus berjalan dengan ritmenya sendiri. Rasanya aku seperti siput di punggung kura-kura, menjerit dalam hati, "Hei, pelan-pelan dong! Aku nggak bisa secepat itu."  

Tapi lalu aku berpikir, apa iya selalu dunia yang harus menyesuaikan dengan kecepatanku? Mungkin, aku juga perlu belajar bagaimana caranya menerima bahwa kadang aku harus beradaptasi. Tidak apa-apa merasa kewalahan, asal jangan menyerah.  

Dari situ, aku juga mulai merenungkan tentang hubungan dengan orang-orang di sekitarku. Dalam kerja sama atau proyek, aku sering merasa frustrasi kalau ada orang yang menurutku "terlalu lambat." Tapi dari kartun ini, aku sadar: mungkin buat mereka, aku ini terlalu cepat, terlalu mendesak. Bukannya membantu, aku malah bikin mereka stres seperti kura-kura bikin siput ketakutan.  

Aduh, kalau dipikir-pikir, betapa sering aku lupa bahwa empati itu bukan cuma soal memahami perasaan orang lain, tapi juga ritme mereka. Semua orang punya jalan masing-masing, kecepatannya sendiri-sendiri. Kadang kita cuma perlu belajar untuk sabar, untuk memahami bahwa apa yang terasa lambat buatku bisa jadi kecepatan penuh buat orang lain.  

Aku juga jadi mikir, mungkin ini bukan cuma soal kecepatan dalam arti harfiah, tapi juga soal bagaimana aku menghadapi hidup. Ada kalanya aku merasa semua orang di sekitarku bergerak lebih cepat---dalam karier, pencapaian, atau bahkan gaya hidup. Rasanya seperti aku selalu tertinggal, mencoba mengejar mereka, tapi tetap ketinggalan jauh.  

Tapi pelan-pelan, aku sadar bahwa aku ini punya kecepatan sendiri, punya tujuan sendiri. Nggak perlu memaksakan diri untuk selalu seirama dengan orang lain. Kadang, kalau aku terlalu memaksa, aku malah kehilangan arah, kehilangan esensi dari apa yang sebenarnya aku kejar.  

Kartun kura-kura dan siput ini juga mengingatkanku tentang pentingnya kompromi. Dalam hidup, kadang aku harus melambat sedikit untuk orang lain, atau sebaliknya, mempercepat langkah untuk mengikuti mereka. Tapi yang penting, kita saling memahami bahwa perjalanan ini bukan tentang siapa yang lebih cepat, tapi bagaimana kita bisa berjalan bersama, saling mendukung.  

Lucu ya, dari kartun sederhana ini aku bisa dapat banyak pelajaran. Kadang, hal-hal kecil seperti ini bisa membuka mata kita tentang hidup, tentang relasi, dan tentang bagaimana kita menghadapi perbedaan.  

Hari ini, aku belajar bahwa tidak apa-apa menjadi kura-kura. Tidak apa-apa menjadi siput. Yang penting adalah bagaimana kita belajar untuk memahami perspektif satu sama lain, untuk menghargai ritme hidup masing-masing. Karena pada akhirnya, hidup ini bukan lomba lari. Kadang, hidup adalah tentang menikmati perjalanan, bukan tentang seberapa cepat kita sampai di tujuan.  

Terima kasih, siput dan kura-kura, untuk pelajaran hari ini. Siapa sangka, kalian yang terlihat begitu sederhana bisa memberi makna begitu besar? Aku akan mencoba lebih sabar, lebih memahami, dan lebih menghargai ritme orang lain. Dan kalau aku merasa dunia ini terlalu cepat, mungkin aku harus belajar untuk menikmati perjalanan, meskipun terasa lambat.  

Selamat siang, dan terima kasih untuk hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun