Industri farmasi yang memproduksi obat herbal di Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan pesat, didorong oleh potensi kekayaan alam dan permintaan yang meningkat untuk pengobatan alami. Indonesia, dengan biodiversitas yang luar biasa, memiliki lebih dari 2.000 spesies tanaman obat yang digunakan dalam berbagai jenis produk herbal. Keberadaan sumber daya alam yang melimpah ini memberikan keuntungan yang besar, baik dari sisi keberlanjutan maupun daya saing global, namun beberapa tantangan juga perlu diatasi.
Salah satu pendorong utama perkembangan ini adalah ketertarikan konsumen terhadap produk alami yang dianggap lebih aman dan memiliki efek samping yang lebih minim dibanding obat-obatan kimia. Banyak perusahaan farmasi besar seperti PT Dexa Medica dan Bio Farma telah berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan produk herbal, termasuk obat fitofarmaka yang secara ilmiah diuji khasiat dan keamanannya. Contohnya, produk Stimuno dari Dexa Group yang berbahan dasar meniran telah mendapatkan pengakuan hingga di Filipina sebagai imunomodulator, menunjukkan potensi ekspor produk herbal Indonesia ke pasar internasional.
Meskipun memiliki potensi ekspor, industri farmasi herbal Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain, bahkan hanya menyumbang 0,61% dari pasar ekspor obat herbal dunia. Banyak faktor yang berperan, termasuk ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor untuk sebagian besar produk farmasi. Pada masa pandemi, ketergantungan ini menimbulkan tantangan besar ketika rantai pasokan global terganggu, yang menunjukkan perlunya pengembangan bahan baku lokal.
Dari sisi regulasi, dukungan pemerintah sangat penting untuk mendorong penggunaan obat herbal di layanan kesehatan publik. Sayangnya, produk herbal masih belum tercakup dalam skema jaminan kesehatan nasional (JKN) BPJS, yang membatasi akses masyarakat terhadap obat tradisional yang lebih terjangkau. Integrasi obat herbal ke dalam sistem kesehatan nasional bisa menjadi langkah strategis untuk meningkatkan penggunaan produk lokal, memperkuat pasar domestik, dan meningkatkan ketahanan industri farmasi nasiona.
Pemerintah sendiri sudah mengambil beberapa langkah untuk mendukung perkembangan industri ini, seperti mendorong penggunaan dana alokasi khusus di puskesmas dan rumah sakit untuk menyediakan obat tradisional, serta memberikan dukungan dalam bentuk riset dan inovasi bahan baku obat dari tanaman lokal. Salah satu riset yang menjanjikan adalah pengembangan senyawa aktif dari tanaman Lampeni sebagai anti-kanker payudara, yang telah mendapatkan perhatian global melalui kolaborasi riset internasional.
Tetapi, pengembangan produk herbal juga memerlukan ekosistem riset yang kuat, mulai dari penelitian hingga hilirisasi. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan industri menjadi kunci, di mana universitas dapat berperan dalam riset dasar sementara industri membantu mengembangkan dan memasarkan produk. Selain itu, upaya untuk memodernisasi teknik pengolahan dan memastikan standar kualitas produk herbal juga menjadi aspek penting agar produk herbal Indonesia dapat bersaing di pasar global.
***
Potensi industri farmasi berbasis herbal di Indonesia sangat besar, namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk meningkatkan kapabilitas riset, memperkuat kemandirian bahan baku, dan memperluas akses ke pasar internasional. Dengan dukungan yang tepat, Indonesia dapat mewujudkan posisinya sebagai pemain utama dalam industri obat herbal dunia, yang tidak hanya menguntungkan ekonomi tetapi juga kesehatan masyarakat secara luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H