Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memaknai Keteraturan dan Kekacauan

24 Oktober 2024   15:22 Diperbarui: 24 Oktober 2024   15:24 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keteraturan dan kekacauan. (Freepik.com)

Kehidupan berjalan dalam dua arus yang saling bertaut: keteraturan (order) dan kekacauan (chaos). Seperti roda kehidupan yang terus berputar, keduanya hadir bergiliran dan sering kali bersinggungan tanpa kita sadari. 

Dalam filsafat Taoisme, dualitas ini tercermin dalam simbol yin-yang---sebuah lingkaran yang terbagi antara hitam dan putih, namun masing-masing mengandung titik dari lawannya.

Ini menyiratkan pesan mendalam: di dalam keteraturan terdapat potensi kekacauan, dan di dalam kekacauan tersembunyi kemungkinan keteraturan.

Tidak ada yang sepenuhnya lurus dalam hidup. 

Betapapun kacau hidup seseorang---dengan kebiasaan malas, tersesat dalam tujuan, atau menyimpang dalam tindakan---selalu ada peluang untuk berubah dan menata ulang. 

Sebaliknya, betapapun teraturnya hidup seseorang---jernih dalam pemikiran dan terstruktur dalam tindakan---selalu ada celah kehilangan kendali. 

Hidup tidak pernah hanya tentang keteraturan tanpa chaos, atau sebaliknya.

Bukan Soal Baik atau Buruk

Keteraturan sering kali dipandang sebagai sesuatu yang positif, sementara kekacauan dianggap sebagai sesuatu yang negatif. 

Namun, kehidupan tidak sesederhana itu. 

Keteraturan yang berlebihan bisa melahirkan tirani---situasi di mana aturan-aturan kaku justru membelenggu kebebasan dan mematikan kreativitas. 

Ini tercermin dalam kondisi seperti birokrasi yang berlebihan, regulasi yang kaku, atau rutinitas harian yang membosankan, di mana kebaruan hilang dan ruang untuk belajar menguap.

Sebaliknya, kekacauan tidak selalu buruk. 

Dalam kekacauan terdapat peluang untuk transformasi. 

Dari ketidakpastian, lahir kreativitas dan inovasi. 

Ketika segala sesuatu tampak kacau dan tidak pasti, kita dipaksa untuk keluar dari zona nyaman dan menemukan cara-cara baru untuk bertahan. 

Bahkan kegagalan dan krisis sering menjadi titik tolak perubahan besar dalam hidup---mendorong kita menemukan makna baru dan menjadi pribadi yang lebih tangguh.

Kekacauan ekstrem, tentu saja, bisa berujung pada nihilisme---situasi di mana seseorang merasa tidak ada yang bermakna. 

Namun, nihilisme juga dapat membuka ruang untuk pencarian makna dan kesadaran baru. 

Ketika semua yang lama hancur, ada peluang bagi kita untuk membangun sesuatu yang lebih baik dan relevan.

Mencari Titik Optimal

Hidup tidak pernah statis. 

Baik keteraturan maupun kekacauan terus berubah secara dinamis, dan tugas kita adalah menemukan keseimbangan yang optimal di antara keduanya. 

Terlalu teratur menciptakan kebosanan dan memadamkan hasrat untuk belajar atau berkembang. 

Sebaliknya, terlalu kacau menciptakan kebingungan dan mengganggu kestabilan, tetapi sekaligus memberi ruang bagi pembaruan. 

Seperti halnya alam semesta yang terus bergerak antara entropi dan harmoni, kita perlu belajar bagaimana menavigasi di antara kedua kutub ini dengan bijak.

Dalam konteks pekerjaan dan kehidupan profesional, menemukan keseimbangan antara keteraturan dan kekacauan adalah kunci produktivitas dan kreativitas. 

Di satu sisi, struktur dan rutinitas dibutuhkan agar kita tetap fokus dan mencapai tujuan. 

Namun, di sisi lain, kita juga harus siap menghadapi perubahan dan kekacauan yang tidak terduga. 

Seorang dosen, misalnya, tidak hanya menjalankan tugas mengajar dengan rencana yang teratur, tetapi juga harus mampu beradaptasi dengan kebutuhan siswa yang berubah-ubah dan tantangan akademik yang kompleks.

Dalam dunia TI dan pengembangan aplikasi---bidang di mana saya berkarir---kekacauan sering kali menjadi bagian tak terhindarkan.

Bug dalam sistem, kegagalan proyek, atau perubahan kebutuhan klien adalah bentuk kekacauan yang, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi pemicu inovasi. 

Dalam setiap krisis, selalu ada ruang untuk pembaruan dan perbaikan. 

Di sinilah kita melihat betapa pentingnya ketahanan (resilience) dalam menghadapi kekacauan, bukan hanya berpegang teguh pada keteraturan semata.

Menyelami Tantangan Kehidupan

Kita sering kali berpikir bahwa menjadi teratur adalah kunci kesuksesan, tetapi kenyataannya, hidup tidak sesederhana itu. 

Tidak mungkin kita selalu berada dalam keteraturan, dan tidak mungkin pula kita terus-menerus terjebak dalam kekacauan. 

Hidup adalah tentang bagaimana kita menghadapi keduanya dan belajar dari setiap dinamika yang muncul. 

Menjadi apapun kita saat ini---baik sebagai profesional, pelajar, atau pribadi---adalah tugas, tanggung jawab, sekaligus tantangan.

Kita harus belajar untuk tidak menyerah pada keteraturan yang membelenggu, dan di saat yang sama, tidak takut menghadapi kekacauan yang datang. 

Menjadi dewasa adalah tentang kemampuan untuk menerima bahwa keteraturan dan kekacauan adalah bagian alami dari kehidupan dan bahwa keduanya bisa membawa kita ke arah yang lebih baik jika kita tahu bagaimana mengelolanya.

***

Pada akhirnya, keteraturan dan kekacauan bukanlah lawan melainkan pasangan dinamis yang harus kita terima dan olah dengan bijak.

Di dalam setiap keteraturan terdapat benih kekacauan, dan di dalam setiap kekacauan terdapat peluang keteraturan.

Yang kita butuhkan adalah keseimbangan yang fleksibel---bukan keteraturan mutlak yang mencekik kreativitas, dan bukan kekacauan ekstrem yang menghancurkan kestabilan. 

Hidup adalah tentang terus-menerus belajar menemukan titik tengah ini, menavigasi setiap perubahan dengan kepala dingin dan hati yang terbuka.

"Di tengah keteraturan yang nyaman, jangan takut menantang diri dengan kekacauan yang menginspirasi. Dan di dalam kekacauan yang melanda, yakinlah bahwa ada peluang untuk menemukan keteraturan baru. Kehidupan adalah seni menyeimbangkan keduanya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun