Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghargai yang Biasa Merupakan Kebiasaan yang Luar Biasa

22 September 2024   13:45 Diperbarui: 22 September 2024   14:50 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita Semua Alien di Bumi yang Sama

Pernah melihat UFO atau nggak, mungkin bukan pertanyaan yang paling mendesak di zaman sekarang. Tapi, coba bayangkan, dua pilot di kokpit pesawat---satu terbelalak kaget melihat piring terbang, sementara si satunya lagi cuma nyengir sambil bilang, "Udah biasa, bro!" Sungguh, di sinilah letak kesenjangan persepsi yang kita hadapi setiap hari, diperparah dengan cara kita merespons peristiwa di sekitar kita.

Di satu sisi, kita punya orang-orang yang terkejut sampai nganga setiap kali ada berita aneh atau fenomena yang tidak biasa. Di sisi lain, ada segelintir manusia yang sudah begitu kebal, seolah semua kejadian aneh adalah bagian dari serial Netflix yang mereka tonton sembari makan popcorn. Studi oleh Smith dan Wesson (2022) dari "Universitas Tidak Ada" mengungkapkan bahwa 69% orang mengalami "kejut budaya invers" saat mereka tidak merasa kaget dengan berita yang seharusnya mengejutkan. Ini menunjukkan adaptasi psikologis yang mungkin lebih mirip dengan apatis daripada ketangguhan.

Dari sini kita bisa belajar, bahwa manusia memiliki kapasitas untuk menganggap luar biasa sebagai biasa, dan sebaliknya, biasa menjadi luar biasa. Ironisnya, di era informasi yang melimpah dan mudah diakses ini, kita sering kali menemukan diri kita terperangkap dalam gelembung persepsi yang diciptakan oleh algoritma media sosial kita. Seperti yang dikatakan oleh Bahlil bin Bahlul (2021) dalam artikelnya di "Majalah Paradoks", kita adalah "generasi yang terkekang oleh keterbukaan".

Dan apa yang terjadi dengan alien di karikatur kita? Bahkan mereka punya versi sendiri tentang apa yang biasa dan apa yang tidak. Menurut Profesor Gukguk, Alienologi dari Mars University (tidak terkonfirmasi eksistensinya, tentu saja), alien juga mengalami dilema serupa dengan manusia. Mereka juga merasa canggung saat harus mengakui bahwa pesawat terbang kita, yang bagi kita adalah teknologi sehari-hari, bagi mereka adalah keajaiban baru yang tak terduga. Faktanya, dalam sebuah survei yang dilakukan oleh "Lembaga Aku Tak Biasa" (2045), ditemukan bahwa 42% alien merasa bahwa manusia adalah makhluk yang aneh karena terlalu banyak drama.

Ini semua membawa kita pada pertanyaan yang lebih besar: bagaimana kita, sebagai makhluk di planet ini, merespons kepada yang tidak kita mengerti atau yang dianggap tidak normal? Apakah kita menertawakan, mengabaikan, atau mungkin, belajar untuk menerima dengan pikiran terbuka? Ini bukan hanya tentang UFO, tapi juga tentang bagaimana kita melihat perbedaan di antara kita sendiri.

Jangan Terkejut, Kita Memang Beda!

Lanjutkan dari kehebohan kita tentang pilot dan alien yang sama-sama terperangah melihat satu sama lain, ada sesuatu yang serius yang bisa kita cerna dari lelucon ini. Di balik semua tawa dan ejekan, karikatur tersebut mengajak kita untuk mempertanyakan kenapa kita---ya, kita semua, termasuk kamu yang sekarang baca---begitu cepat men-judge sesuatu sebagai 'aneh', 'tidak wajar', atau 'luar biasa'.

Kita hidup di era di mana 'viral' adalah tujuan hidup beberapa orang. Apapun yang bisa membuat kita terlihat unik atau beda seringkali dijadikan alat untuk mendapat perhatian. Laporan dari Institut Zaman Now (2024) mengungkapkan bahwa 53% konten yang menjadi viral adalah karena memancing reaksi 'terkejut' dari netizen. Ini menunjukkan bahwa sensasi lebih berharga dari substansi, sebuah refleksi sedih dari masyarakat kita yang terobsesi dengan kejutan semata-mata.

Tapi, biarkan saya tanya, apa yang sebenarnya kita dapatkan dari semua kejutan ini? Apakah kita benar-benar belajar sesuatu yang berarti, atau kita hanya menjadi kolektor momen-momen 'wow' yang sebenarnya kosong? Dalam dunia yang semakin tidak peduli dengan kedalaman, mungkin kita harus mulai menghargai hal-hal yang 'biasa' lagi. Seperti yang ditekankan oleh Profesor Lama Sekali di Universitas Kehidupan (2077), "Menghargai yang biasa adalah kebiasaan yang luar biasa."

Sekarang, coba kita pikirkan lagi tentang reaksi kita terhadap hal-hal di sekitar kita. Apakah kita merespons dengan kejutan karena itu adalah cara terbaik untuk merespons, atau karena itu yang diharapkan dari kita? Sudah waktunya kita mencoba untuk tidak hanya reaktif terhadap hal-hal yang dianggap luar biasa, tapi juga proaktif dalam mencari pemahaman dan apresiasi terhadap keberagaman dan keunikannya.

Untuk menyimpulkan, mungkin kita bisa belajar sesuatu dari alien dan pilot dalam karikatur tersebut. Kedua spesies itu, walau dari dunia yang sangat berbeda, pada dasarnya mengalami hal yang sama: keheranan, kebingungan, dan akhirnya, sebuah pengakuan bahwa apa yang tidak kita mengerti tidak selalu harus ditanggapi dengan kejutan atau ketakutan. Mungkin, hanya mungkin, jika kita mulai melihat hal-hal yang berbeda dari kita dengan sikap ingin tahu dan terbuka, kita bisa mendekati dunia yang lebih damai dan inklusif, di mana 'luar biasa' bukan lagi sesuatu yang kita takuti, tapi sesuatu yang kita rayakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun