Paylater di Indonesia
Mengukur GelombangLayanan paylater di Indonesia semakin terintegrasi dalam perekonomian nasional, mendapatkan momentum sebagai alternatif pembiayaan yang fleksibel dan mudah diakses.Â
Bank besar seperti PT Bank Mandiri dan PT Bank Central Asia telah menambahkan fitur paylater ke dalam portofolio mereka sejak akhir 2023, mencatatkan kinerja yang positif dan memperluas cakupan layanan ini ke lebih banyak konsumen.Â
Tren ini mengikuti jejak perusahaan pembiayaan yang lebih dahulu memopulerkan model paylater di Indonesia.
Sampai pertengahan tahun 2024, jumlah utang konsumen melalui paylater mencapai hampir Rp25 triliun dengan jumlah rekening yang aktif tercatat sebanyak 17,48 juta pada Juni 2024, meningkat sedikit dari bulan sebelumnya yang tercatat 17,26 juta.Â
Kenaikan ini menunjukkan penerimaan yang luas di kalangan masyarakat.Â
Lebih lanjut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penurunan risiko kredit dari 2,61% pada Mei menjadi 2,50% pada Juni 2024, menunjukkan bahwa walaupun ada peningkatan volume utang, manajemen risiko tetap terjaga.
Bersamaan dengan peningkatan di layanan bank, outstanding pembiayaan peer-to-peer lending (P2P) juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.Â
Pada Juni 2024, outstanding pembiayaan ini mencapai Rp66,79 triliun, naik 26,73% year-on-year.Â
Tingkat kredit macet (NPL) untuk paylater juga berada pada kondisi yang terkontrol yaitu 2,79%, sedikit turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,91%, mengindikasikan pengelolaan risiko yang efektif dalam skala besar.
Mengingat dinamika yang terus berkembang ini, akan sangat penting bagi regulator dan penyedia layanan untuk terus memonitor dan mengevaluasi risiko yang muncul agar layanan paylater ini dapat berkontribusi positif pada ekonomi tanpa mengundang risiko sistemik.
Implikasi Sosial dan Regulasi dari Paylater
Paylater semakin populer di kalangan generasi muda Indonesia, yang menghargai kemudahan akses dan fleksibilitas pembayaran.Â
Menurut survei oleh Kredivo, persentase pengguna layanan ini meningkat dari 28% di tahun 2021 menjadi 38% di tahun 2022.
Frekuensi penggunaan layanan juga meningkat, mencerminkan kebiasaan belanja yang berubah serta kecenderungan untuk memilih solusi keuangan yang lebih adaptif.Â
Namun, ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penumpukan utang di kalangan muda yang mungkin tidak memiliki kesadaran keuangan yang cukup untuk mengelola kewajiban finansial mereka dengan efektif.
Dengan pertumbuhan cepat layanan paylater, regulasi yang memadai menjadi krusial untuk melindungi kepentingan konsumen.Â
OJK telah menetapkan aturan yang mencakup persyaratan perusahaan pembiayaan, sistem informasi, perlindungan data pribadi, dan audit keamanan.
Ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa layanan paylater tidak hanya memfasilitasi akses kredit yang lebih luas tetapi juga melindungi pengguna dari potensi eksploitasi dan kesalahan pengelolaan data pribadi.
***
Ekspansi layanan paylater di Indonesia mencerminkan evolusi pasar keuangan yang memenuhi kebutuhan konsumen modern. Namun, pertumbuhan ini harus diimbangi dengan kebijakan yang memastikan keberlanjutan dan keamanan.Â
Pengaturan yang tepat, edukasi konsumen, dan infrastruktur yang kuat adalah kunci untuk mencegah paylater menjadi beban ekonomi alih-alih menjadi alat pemberdayaan.Â
Ke depannya, sinergi antara regulator, bank, dan perusahaan pembiayaan akan menentukan bagaimana layanan ini dapat menguntungkan ekonomi tanpa menambah risiko sistemik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H