Karikatur ini menampilkan dua manusia purba yang sedang berdiskusi tentang susunan tiga batu yang menyerupai manusia salju sederhana. Karikatur ini memberikan kritik humoris terhadap konsep seni dan kritik seni sejak zaman dahulu.
- Tokoh Pertama: Menyebut susunan batu ini sebagai "Snowman" (Manusia Salju), yang menunjukkan imajinasinya dalam melihat bentuk tertentu dari susunan benda sederhana.
- Tokoh Kedua: Menyebutnya sebagai "Waste of Three Rocks" (Pemborosan Tiga Batu), yang menunjukkan ketidakapresiasiannya terhadap usaha atau karya seni yang sederhana.
Karikatur ini seolah-olah menempatkan adegan pada zaman prasejarah, di mana manusia mulai bereksperimen dengan menciptakan bentuk-bentuk yang kemudian bisa dianggap sebagai seni.
Karikatur ini memparodikan bagaimana seni dan kritik seni mungkin sudah ada sejak zaman kuno, bahkan dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun. Satu pihak melihat nilai atau kreativitas dalam suatu bentuk (Manusia Salju), sementara pihak lain meremehkannya sebagai sesuatu yang tidak berguna.
Karikatur ini juga bisa ditafsirkan sebagai kritik terhadap persepsi seni yang sering kali subyektif. Satu orang mungkin melihat sesuatu sebagai karya seni, sementara orang lain mungkin melihatnya sebagai pemborosan atau hal yang tidak berguna.
Karikatur ini secara cerdas menunjukkan bahwa perbedaan pendapat mengenai seni sudah ada sejak lama, dan hal ini tidak jauh berbeda dengan kritik seni yang kita lihat dalam dunia modern.
***
Dalam masyarakat modern, inovasi dan usaha baru sering kali menghadapi kritik dan skeptisisme, terutama ketika ide-ide ini dianggap terlalu sederhana atau tidak memiliki potensi langsung untuk sukses. Fenomena ini bukanlah hal baru, melainkan telah ada sejak lama. Melalui lensa sosiologi, kita dapat memahami mengapa penemuan sederhana dan usaha baru sering kali mendapat kritik dan bagaimana hal ini mencerminkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang kompleks.
Sejak dahulu kala, manusia cenderung mempertanyakan hal-hal baru yang muncul di luar batas pemahaman mereka. Emile Durkheim, seorang sosiolog ternama, pernah menekankan pentingnya "kolektifitas sosial" dalam masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat cenderung mempertahankan keselarasan dan stabilitas dengan menolak hal-hal yang dianggap berbeda atau menyimpang dari norma yang ada. Inovasi, terutama yang tampak sederhana, sering kali dilihat sebagai ancaman terhadap tatanan sosial yang mapan. Hal ini menyebabkan kritik dan skeptisisme terhadap ide-ide baru yang belum terbukti berhasil.
Namun, meskipun kritik ini umum terjadi, sejarah menunjukkan bahwa penemuan sederhana dan usaha baru sering kali menjadi fondasi bagi perubahan besar. Inovasi-inovasi seperti lampu pijar oleh Thomas Edison atau komputer pribadi oleh Steve Jobs, pada awalnya dianggap sebagai gagasan yang tidak realistis. Akan tetapi, seiring waktu, penemuan-penemuan ini terbukti mengubah dunia secara drastis. Dalam konteks ini, teori inovasi dari Joseph Schumpeter menjadi relevan. Schumpeter berpendapat bahwa inovasi adalah "mesin perubahan" yang mendorong perkembangan ekonomi. Meski sering kali menghadapi perlawanan pada awalnya, inovasi adalah kekuatan pendorong di balik perubahan sosial dan ekonomi.
Dalam dunia bisnis, usaha yang baru dimulai sering kali dianggap sebagai "pemborosan waktu" atau "gagal sejak awal."Â Hal ini terutama terjadi jika usaha tersebut tampak tidak sesuai dengan harapan atau norma pasar yang ada. Namun, banyak pengusaha sukses yang memahami bahwa kritik awal adalah bagian dari proses menuju keberhasilan. Menurut teori "keberanian untuk gagal" oleh Carol Dweck, individu dengan "growth mindset" melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Mereka tidak takut terhadap kritik, melainkan menggunakan kritik tersebut sebagai bahan bakar untuk terus berinovasi dan berkembang.
Fenomena ini juga relevan dalam konteks budaya. Kritik terhadap inovasi sering kali mencerminkan ketakutan terhadap perubahan dan kehilangan identitas budaya. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis, menjelaskan konsep "habitus"Â sebagai pola perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya. Habitus ini membentuk cara individu dan kelompok merespons hal-hal baru. Dalam masyarakat yang sangat terikat pada tradisi, inovasi sering kali dipandang sebagai ancaman terhadap identitas budaya, yang kemudian memunculkan kritik.
Namun, penting untuk diingat bahwa setiap perubahan besar selalu dimulai dari hal-hal kecil yang pada awalnya mungkin dianggap sepele. Kritik dan skeptisisme adalah bagian dari dinamika sosial yang normal, tetapi hal ini tidak seharusnya menghalangi inovasi dan perkembangan. Sebaliknya, kritik harus dilihat sebagai kesempatan untuk membuktikan potensi dari ide-ide baru.
***
Pada akhirnya, seperti yang disampaikan oleh Albert Einstein, "Jika pada awalnya ide tersebut tidak tampak absurd, maka tidak ada harapan untuk itu." Inovasi yang besar sering kali dimulai dari ide sederhana yang pada awalnya dianggap tidak mungkin, namun dengan keberanian untuk menghadapi kritik dan kegagalan, ide-ide tersebut dapat mengubah dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H