Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia, Alam, dan Ironi Kesewenangan

27 Agustus 2024   10:10 Diperbarui: 27 Agustus 2024   10:38 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komik ini terdiri dari empat panel yang menggambarkan percakapan antara dua angsa.

  • Panel 1: Seorang anak angsa bertanya kepada ayahnya tentang apa yang salah dengan patung angsa yang terlihat seperti membatu.
  • Panel 2: Sang ayah menjelaskan bahwa angsa tersebut telah berteman dengan manusia, dan sebagai hukuman, para dewa angsa telah mengutuknya menjadi batu.
  • Panel 3: Ayah angsa melanjutkan bahwa patung angsa ini ditakdirkan untuk menghabiskan kekekalan di kebun seorang nenek tua, dipakaikan pakaian yang memalukan.
  • Panel 4: Anak angsa menyimpulkan bahwa inilah alasan mengapa angsa-angsa suka menyerang dan mengotori tempat manusia. Sang ayah mengakui bahwa anaknya telah memahami pelajaran ini dengan baik.

***

Dalam komik yang sederhana namun penuh makna ini, kita menemukan gambaran yang mendalam tentang hubungan antara manusia dan alam. 

Melalui interaksi antara dua angsa yang tampak biasa saja, tersirat kritik tajam tentang bagaimana manusia memperlakukan makhluk hidup lainnya dan dampak dari tindakan tersebut. 

Sebagai masyarakat awam dan pemerhati masalah lingkungan hidup, saya ingin menggali lebih dalam makna yang tersembunyi di balik komik ini, khususnya dalam konteks hubungan manusia dengan alam dan makhluk hidup di dalamnya.

Manusia dan Antropomorfisme

Salah satu cara paling efektif untuk menyampaikan pesan moral dalam budaya populer adalah melalui antropomorfisme---memberikan sifat-sifat manusia kepada hewan. 

Dalam komik ini, angsa digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, berbicara, dan merasakan emosi, seperti halnya manusia. 

Pendekatan ini bukan hanya sekedar untuk humor; ini adalah cara untuk membuat kita, manusia, merenungkan tindakan kita terhadap makhluk lain. 

Angsa yang "dikutuk menjadi batu" karena berteman dengan manusia menggambarkan ironisnya hukuman yang tidak proporsional. 

Ini adalah sindiran tajam terhadap bagaimana manusia sering kali memberikan hukuman atau memperlakukan alam dan hewan dengan cara yang sama sekali tidak adil.

Kesewenangan Manusia Terhadap Alam

Sejarah menunjukkan bahwa manusia sering kali memanfaatkan alam dan hewan untuk kepentingan sendiri, tanpa memperhitungkan dampaknya. 

Dalam komik ini, angsa yang dikutuk untuk menghabiskan kekekalan sebagai patung di kebun seseorang menunjukkan bagaimana manusia cenderung memanfaatkan makhluk hidup lain sebagai objek dekoratif atau hiburan. 

Ironinya adalah bahwa niat awal dari angsa tersebut adalah berteman dengan manusia---sebuah tindakan yang, dalam budaya manusia, biasanya dianggap mulia. 

Namun, dalam konteks ini, tindakan tersebut justru berujung pada hukuman yang kejam dan sewenang-wenang. 

Ini mengingatkan kita pada banyak kasus di dunia nyata di mana hewan dijinakkan, ditawan, atau dieksploitasi dengan dalih "persahabatan" atau "pelestarian," padahal yang terjadi adalah dominasi dan kontrol sepihak.

Ironi Balas Dendam Alam

Dalam komik ini, ada pelajaran moral yang lebih gelap dan ironis. 

Sang ayah angsa mengajarkan kepada anaknya bahwa perilaku manusia yang merendahkan hewan harus dibalas dengan "mengotori" dunia manusia. 

Ini adalah refleksi dari bagaimana alam pada akhirnya bisa "membalas dendam" terhadap manusia yang semena-mena. 

Fenomena ini bisa dilihat dalam berbagai bencana lingkungan yang terjadi sebagai akibat dari eksploitasi alam oleh manusia. 

Dari perubahan iklim hingga kepunahan spesies, tindakan manusia yang mengabaikan keseimbangan alam pada akhirnya membawa konsekuensi yang merugikan bagi umat manusia itu sendiri.

Kesadaran Kolektif dan Pentingnya Hubungan Harmonis

Komik ini, meskipun dalam format yang ringan dan menghibur, sebenarnya mengajarkan pentingnya kesadaran kolektif terhadap cara kita memperlakukan alam. 

Sebagai masyarakat, kita harus merenungkan ulang hubungan kita dengan lingkungan dan semua makhluk hidup di dalamnya. 

Kesewenangan manusia terhadap alam tidak hanya tidak adil, tetapi juga berpotensi merusak keseimbangan yang pada akhirnya merugikan kita sendiri. 

Hubungan yang harmonis dengan alam bukanlah sekedar pilihan, melainkan keharusan untuk memastikan kelangsungan hidup kita di planet ini.

Pesan Moral

Melalui komik ini, kita diingatkan bahwa tindakan manusia terhadap alam memiliki dampak yang jauh lebih luas daripada yang kita bayangkan. 

Ironi dan humor yang disajikan dalam cerita ini seharusnya membuka mata kita terhadap kenyataan bahwa kesewenangan dan dominasi kita atas alam hanya akan mengundang balasan yang tak terelakkan. 

Sudah saatnya kita mengubah cara kita berinteraksi dengan alam---dari dominasi menjadi kolaborasi, dari eksploitasi menjadi pelestarian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun