Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Awal Mula Bagaimana Kekuasaan Terbentuk dan Tak Terkendali

27 Agustus 2024   07:38 Diperbarui: 27 Agustus 2024   07:48 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karikatur ini menggambarkan seorang pria (penduduk pribumi) yang sedang berbicara kepada orang lain (turis) di depan patung besar yang terlihat mengerikan. Dia mengatakan, "My grandfather carved that thing to scare kids away from playing on his lawn, and now it controls the entire village," yang artinya, "Kakek saya memahat benda itu untuk menakut-nakuti anak-anak agar tidak bermain di halaman rumahnya, dan sekarang benda itu menguasai seluruh desa."

***

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali melihat bagaimana hal-hal kecil yang tampaknya tidak berbahaya, bisa berkembang menjadi kekuatan besar yang mengendalikan kehidupan banyak orang. Karikatur yang menampilkan sebuah patung besar, awalnya dipahat hanya untuk menakut-nakuti anak-anak agar tidak bermain di halaman, namun akhirnya menguasai seluruh desa, menggambarkan fenomena ini dengan sangat tepat.

Gambar ini, meski humoris, sebenarnya memancarkan pesan yang jauh lebih serius. Pesan ini mengarahkan kita untuk merenungkan bagaimana sesuatu yang diciptakan dengan tujuan sederhana bisa menjadi instrumen kontrol sosial yang menekan dan membatasi kebebasan individu.

Sejarah penuh dengan contoh di mana alat atau kebijakan yang awalnya dirancang untuk tujuan spesifik dan terbatas, berkembang menjadi sistem kekuasaan yang tidak proporsional. Misalnya, banyak pemerintahan atau rezim yang memulai kekuasaannya dengan janji sederhana untuk meningkatkan keamanan atau stabilitas, tetapi akhirnya menggunakan kekuasaan tersebut untuk mengontrol hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Dalam konteks politik, ini sering kali dimulai dengan aturan yang tampaknya sepele---hanya untuk mengatur urusan kecil, namun lama-kelamaan berkembang menjadi instrumen kekuasaan yang mengekang kebebasan.

Kita bisa melihat contoh dalam kebijakan keamanan nasional yang awalnya diterapkan untuk melindungi negara dari ancaman eksternal, tetapi kemudian berkembang menjadi instrumen yang digunakan untuk memata-matai warga negara sendiri. Teknologi yang awalnya diciptakan untuk kemudahan hidup, seperti kamera CCTV, bisa berubah menjadi alat yang digunakan untuk mengawasi setiap gerak-gerik masyarakat, menciptakan apa yang dikenal sebagai "negara pengawasan".

Selain itu, dalam konteks sosiologis, patung besar dalam karikatur ini bisa diinterpretasikan sebagai simbol dari konstruksi sosial yang kita bangun sendiri. Patung tersebut awalnya adalah manifestasi fisik dari niat si kakek untuk menjaga halamannya. Namun, niat tersebut kemudian diambil alih oleh masyarakat secara luas, menjadi simbol yang tidak hanya ditakuti, tetapi juga dijadikan alat untuk mengontrol seluruh desa. 

Ini mengingatkan kita pada bagaimana simbol-simbol dalam masyarakat bisa mendapatkan makna yang jauh lebih besar dan akhirnya digunakan untuk tujuan yang berbeda dari maksud awalnya. Ideologi, misalnya, bisa lahir dari gagasan-gagasan yang mulia, namun dalam prosesnya berubah menjadi dogma yang tak terbantahkan, yang mengendalikan setiap aspek kehidupan kita.

Melihat fenomena ini, ada satu kesimpulan yang dapat diambil: Kekuasaan, dalam bentuk apapun, cenderung mengembang dan mengambil alih ruang yang lebih luas dari yang awalnya dimaksudkan. Ini adalah sifat alami kekuasaan, yang cenderung mengakumulasi dan memusatkan dirinya, bahkan ketika dimulai dari sesuatu yang tampaknya sepele dan tidak berbahaya. Skeptisisme terhadap segala bentuk kekuasaan, terutama yang tampaknya sepele, adalah sikap yang perlu kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun