Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketidaktahuan adalah Kekuatan

27 Agustus 2024   02:17 Diperbarui: 27 Agustus 2024   02:35 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi "ketidaktahuan adalah kekuatan". (Sumber: Freepik.com)

"Ketidaktahuan adalah kekuatan" merupakan salah satu slogan paling terkenal yang diabadikan oleh George Orwell dalam karyanya yang distopis, "1984". 

Pada pandangan pertama, ungkapan ini tampak kontradiktif dan paradoks, namun dalam konteks Orwellian, ia menggambarkan gambaran suram mengenai manipulasi dan kontrol sosial yang ekstrem.

Dalam dunia saat ini, frasa ini seringkali dipakai secara ironis untuk mengkritik bagaimana informasi yang salah atau ketiadaan informasi dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. 

Dalam era digital ini, di mana informasi mengalir lebih bebas dari sebelumnya, kebenaran ironisnya menjadi lebih mudah untuk ditutupi atau dibelokkan. 

Kondisi ini sering terlihat dalam politik, media, bahkan dalam kehidupan sehari-hari, di mana narasi yang disampaikan lebih berfokus pada pencitraan daripada substansi yang sesungguhnya.

Orwell dalam "1984" menggunakan slogan ini untuk menunjukkan bagaimana sebuah rezim totaliter dapat mengontrol populasi melalui pengurangan akses mereka terhadap kebenaran objektif. 

Ketidaktahuan masyarakat tentang fakta-fakta nyata membuat mereka lebih mudah dikendalikan dan dimanipulasi. 

Apabila seseorang tidak mengetahui hak-haknya, tidak menyadari adanya manipulasi, atau bahkan tidak menyadari adanya alternatif lain dari realitas yang diajarkan, maka mereka tidak akan pernah berusaha untuk menuntut lebih atau berjuang melawan ketidakadilan.

Dalam konteks modern, praktik semacam ini dapat terlihat dalam berbagai bentuk. 

Misalnya, ketika pemerintah atau korporasi menyembunyikan informasi penting dari publik untuk mencegah kemarahan atau ketidakpuasan. 

Atau melalui penggunaan media sosial untuk menyebarkan desinformasi yang disengaja untuk memecah belah masyarakat atau untuk mengarahkan opini publik sesuai keinginan penguasa atau kelompok tertentu.

Namun, Orwell juga mengingatkan kita bahwa "ketidaktahuan adalah kekuatan" bukan hanya tentang penindasan yang datang dari atas. 

Ini juga tentang apatis yang datang dari dalam diri masyarakat itu sendiri. 

Dalam banyak kasus, masyarakat memilih untuk tidak mengetahui, karena ketidaktahuan seringkali dianggap lebih nyaman. 

Dalam keadaan tidak tahu, seseorang bisa terhindar dari tanggung jawab, dari keharusan untuk mengambil tindakan, atau dari beban emosional yang mungkin timbul dari menghadapi realitas yang keras.

Dalam dunia yang ideal, pengetahuan dan informasi seharusnya menjadi kekuatan yang membawa kita menuju kemajuan dan pembebasan. 

Namun, ketika informasi yang salah, setengah benar, atau sepenuhnya palsu menjadi alat untuk mengendalikan persepsi dan perilaku publik, maka kita hidup di bawah bayang-bayang Orwellian yang suram.

Mengakhiri ketidaktahuan bukan hanya tugas dari pihak yang berkuasa untuk memberikan informasi yang benar dan transparan, tapi juga tanggung jawab setiap individu untuk mencari, memahami, dan menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan yang lebih baik. 

Dalam perjuangan antara pengetahuan dan ketidaktahuan, setiap individu memiliki kekuatan untuk memilih tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan. 

Ketidaktahuan mungkin memberikan kekuatan, tetapi pengetahuan memberikan kebebasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun