Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hak untuk Aborsi vs Tanggung Jawab Prenatal: Diskusi Filosofis

23 Agustus 2024   08:53 Diperbarui: 23 Agustus 2024   13:25 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hak aborsi vs. tanggung jawab prenatal. (Sumber: Freepik/valeria_aksakova)

Tinjauan artikel ini akan menyoroti berbagai implikasi etis dan praktis dari argumen tentang tanggung jawab selama kehamilan yang dikehendaki, seperti yang dibahas oleh David Wasserman dalam artikelnya yang berjudul "From Stranger to Parent: Duties of Care in Intentional Pregnancies". Artikel ini membahas secara mendalam tantangan yang dihadapi individu yang memutuskan untuk melanjutkan kehamilan dengan penuh kesadaran akan konsekuensi dan tanggung jawab yang menyertainya.

Pada dasarnya, Wasserman mengajukan pertanyaan tentang sejauh mana seorang individu, yang dalam hal ini adalah ibu hamil, memiliki kewajiban untuk menghindari menyebabkan cedera prenatal jika mereka memutuskan untuk melanjutkan kehamilan. Dia menggunakan analogi Judith Jarvis Thomson tentang pemain biola yang tidak sadarkan diri untuk menekankan bahwa hak untuk menghentikan dukungan hidup---atau dalam konteks ini, hak untuk aborsi---bisa dibenarkan bahkan jika hal itu berarti membahayakan kehidupan yang belum lahir. Ini menantang pandangan konvensional bahwa memilih untuk melanjutkan kehamilan secara otomatis mewajibkan seseorang untuk mengambil semua tindakan pencegahan untuk melindungi janin.

Pertanyaan utama yang Wasserman angkat adalah apakah dan bagaimana tanggung jawab ini bisa ditegakkan ketika seseorang memilih untuk melanjutkan kehamilan mereka dengan sadar, terutama jika mereka menganggap keputusan untuk aborsi sebagai hak yang masih dapat mereka lakukan di kemudian hari. Dia berargumen bahwa meskipun kehamilan mungkin dapat diterima secara moral untuk dihentikan di beberapa titik, keputusan untuk melanjutkannya juga menimbulkan pertanyaan tentang kewajiban moral dan etis yang lebih kompleks, terutama dalam konteks menyebabkan atau mengizinkan cedera prenatal.

Dalam menganalisis ini, penting untuk mempertimbangkan implikasi sosial dari argumen Wasserman. Jika kita menerima bahwa individu memiliki hak untuk memutuskan apakah akan melanjutkan kehamilan atau tidak, kita juga harus siap menerima kompleksitas tanggung jawab yang muncul dari keputusan tersebut. Ini membawa kita pada diskusi yang lebih luas tentang nilai-nilai masyarakat kita, bagaimana kita mendefinisikan hak-hak reproduksi, dan bagaimana kita menyeimbangkan ini dengan hak-hak potensial dari yang belum lahir.

Melalui kacamata filosofis dan publik, argumen Wasserman memprovokasi kita untuk mempertimbangkan kembali bagaimana kita melihat hubungan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial dalam konteks reproduksi. Pertimbangan ini tidak hanya relevan untuk mereka yang berada dalam situasi kehamilan yang dikehendaki tetapi juga untuk kebijakan publik yang mengatur hak dan tanggung jawab tersebut. Ini menantang kita untuk berpikir tentang etika reproduksi tidak hanya dalam konteks hak individu tetapi juga dalam konteks kewajiban sosial dan moral.

***

Selanjutnya, tinjauan ini akan menggali lebih dalam implikasi dari pemahaman Wasserman mengenai tanggung jawab prenatal dan cara individu dapat menghadapi konsekuensi etis dari keputusan mereka untuk melanjutkan atau mengakhiri kehamilan. Diskusi ini akan fokus pada pertimbangan moral dan filosofis yang lebih luas mengenai kewajiban terhadap anak yang akan lahir dan bagaimana tanggung jawab ini memengaruhi kebebasan pribadi dan otonomi.

Wasserman menyajikan sebuah dilema yang cukup rumit: jika seorang individu memiliki hak untuk mengakhiri kehamilan, bagaimana kita harus memahami kewajiban mereka untuk mencegah cedera pada janin jika mereka memilih untuk tidak mengakhiri kehamilan? Artikel ini menantang pembaca untuk mempertimbangkan bahwa keputusan untuk melanjutkan kehamilan bukan hanya tindakan biologis atau medis, tetapi juga komitmen moral yang mengharuskan individu tersebut untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar daripada yang mungkin mereka siapkan.

Salah satu titik krusial dalam argumen Wasserman adalah penerimaan bahwa keputusan untuk menjadi orang tua---bahkan sebelum anak lahir---adalah keputusan yang secara signifikan memengaruhi hak dan kewajiban moral seseorang. Ini membuka wacana baru mengenai apa artinya "bertanggung jawab" dalam konteks kehamilan yang dikehendaki. Dalam masyarakat yang menghargai otonomi pribadi tinggi, pemahaman ini bisa terasa membebani, namun juga menawarkan pandangan yang lebih inklusif dan komprehensif tentang tanggung jawab reproduktif.

Dengan mengakui bahwa keputusan untuk melanjutkan kehamilan membawa kewajiban yang melampaui kebutuhan dan keinginan individu, kita dipaksa untuk mempertanyakan bagaimana nilai-nilai seperti otonomi, tanggung jawab, dan keadilan diterapkan dalam konteks reproduksi. Ini menggugat norma-norma sosial yang ada dan mendorong dialog yang lebih mendalam tentang bagaimana kebijakan reproduksi dibentuk dan diterapkan, menekankan kebutuhan akan pendekatan yang lebih etis dan inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun