Memahami Pentingnya Hak Menyambung dalam Konteks Indonesia
Di Indonesia, konsep 'hak menyambung' atau 'right to switch off'Â yang memungkinkan pekerja untuk memutuskan sambungan dari tugas-tugas kerja di luar jam operasional resmi belum menjadi peraturan umum, namun kebutuhannya semakin dirasakan di tengah gaya hidup yang serba cepat dan terdigitalisasi.Â
Inisiatif ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi pekerja untuk benar-benar beristirahat dari pekerjaan dan memperoleh keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi yang lebih sehat.
Dalam banyak perusahaan di Indonesia, terutama di sektor teknologi dan layanan, budaya kerja tanpa batas waktu sering kali membebani pekerja dengan ekspektasi untuk selalu tersedia, bahkan di luar jam kerja resmi.
Ini mengakibatkan stres dan kelelahan kerja yang dapat berdampak negatif pada produktivitas serta kesehatan mental dan fisik pekerja.
Salah satu model yang bisa diadopsi Indonesia adalah mengikuti langkah-langkah yang telah diterapkan di negara-negara seperti Inggris, Prancis dan Spanyol, di mana undang-undang telah memberlakukan hak ini dengan ketentuan yang jelas, memberikan pekerja kebebasan untuk tidak merespons komunikasi kerja di luar jam kerja yang telah ditentukan.
Model seperti ini tidak hanya menghormati waktu pribadi pekerja tapi juga mendukung peningkatan produktivitas dalam jangka panjang.
Namun, tantangan implementasi di Indonesia mungkin berbeda karena perbedaan dalam struktur industri dan ukuran perusahaan.
UKM di Indonesia, misalnya, sering kali membutuhkan fleksibilitas lebih dari pekerjanya karena sumber daya yang terbatas.Â
Oleh karena itu, kebijakan semacam ini perlu dirancang dengan mempertimbangkan konteks bisnis lokal, mengakomodasi kebutuhan spesifik dari berbagai sektor dan ukuran perusahaan tanpa menghambat operasional perusahaan tersebut.
Kebijakan 'hak menyambung' di Indonesia juga harus melibatkan dialog antara serikat pekerja, perusahaan, dan pemerintah untuk menciptakan kerangka kerja yang adil dan efektif.