Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apakah Hukum Alam Harus Menjelaskan Masa Lalu atau Fokus pada Prediksi?

18 Agustus 2024   07:45 Diperbarui: 18 Agustus 2024   07:47 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi abstrak 3D yang menggambarkan konsep temporalitas yang terjalin dengan elemen prediksi dan ketidakpastian. (Created by Bing Image Creator) 

Implikasi Filosofis dari Hipotesis Masa Lalu dalam Sains

Apakah Hukum Alam Harus Menjelaskan Masa Lalu atau Fokus pada Prediksi?

Artikel "Does the Best System Need the Past Hypothesis?" yang ditulis oleh Chris Dorst memaparkan diskusi filosofis yang kompleks tentang kebutuhan Hipotesis Masa Lalu (Past Hypothesis) dalam sistem terbaik untuk menjelaskan hukum-hukum alam. Sebagai seorang pemerhati filsafat sains, saya kira penting untuk memahami bagaimana temuan-temuan ini berdampak pada cara kita melihat dunia dan memaknai hukum-hukum alam.

Pada dasarnya, Hipotesis Masa Lalu berargumen bahwa alam semesta dimulai dari keadaan makro yang sangat rendah entropi. Dalam konteks mekanika statistik Boltzmannian, ini diperlukan untuk menjelaskan mengapa kita mengamati panah waktu yang mengarah ke depan---mengapa segala sesuatu cenderung menuju ketidakteraturan seiring berjalannya waktu. 

Tanpa Hipotesis Masa Lalu, mekanika statistik dapat membuat prediksi yang keliru tentang masa lalu, seperti bahwa alam semesta seharusnya lebih teratur di masa depan daripada di masa lalu, sebuah gagasan yang berlawanan dengan pengalaman kita sehari-hari.

Namun, Dorst menantang asumsi bahwa Hipotesis Masa Lalu harus dianggap sebagai hukum alam yang mendasar. Dia berargumen bahwa pendekatan pragmatis dalam melihat sistem terbaik untuk hukum alam tidak membutuhkan Hipotesis Masa Lalu. Sistem terbaik, menurut pendekatan pragmatis, adalah yang memberikan prediksi paling efektif tentang dunia di sekitar kita, bukan yang menjelaskan asal-usul atau kondisi awal alam semesta.

Implikasinya bagi masyarakat umum adalah bahwa cara kita memahami hukum-hukum alam mungkin tidak selalu mencakup penjelasan yang kita harapkan tentang masa lalu. Sebaliknya, fokusnya adalah pada seberapa baik hukum-hukum ini dapat memprediksi fenomena yang kita amati sekarang dan di masa depan. Ini mungkin mengubah cara kita memandang sains, dari pencarian penjelasan asal-usul menjadi alat praktis untuk memprediksi dan mengontrol dunia di sekitar kita.

Namun, pendekatan ini juga menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang peran sains dalam menjelaskan fenomena alami secara keseluruhan. Jika hukum-hukum alam tidak lagi harus mencakup penjelasan tentang keadaan awal alam semesta, maka kita mungkin perlu mencari sumber penjelasan lain, baik itu dari ranah metafisika, agama, atau spekulasi filosofis lainnya.

Implikasi Lebih Lanjut dan Kesimpulan

Melanjutkan pembahasan sebelumnya, pendekatan yang diusulkan oleh Dorst bahwa Hipotesis Masa Lalu mungkin tidak diperlukan dalam sistem terbaik untuk menjelaskan hukum-hukum alam membawa kita pada implikasi yang lebih dalam mengenai batasan sains dalam menjelaskan realitas. Jika kita menerima bahwa hukum-hukum alam yang paling efektif adalah yang berfokus pada prediksi praktis daripada penjelasan asal-usul, maka kita harus mempertimbangkan apa yang mungkin hilang dari perspektif ilmiah dan filosofis kita.

Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa dengan menyingkirkan Hipotesis Masa Lalu sebagai bagian dari hukum alam, kita mungkin mengabaikan pentingnya memahami sejarah alam semesta kita. Bagi banyak orang, sains bukan hanya alat untuk memprediksi apa yang akan terjadi, tetapi juga sarana untuk memahami dari mana kita berasal dan mengapa dunia bekerja seperti sekarang. Dengan demikian, penolakan terhadap Hipotesis Masa Lalu bisa dipandang sebagai pelemahan dari peran sains dalam memberikan narasi besar tentang asal-usul alam semesta.

Di sisi lain, pendekatan pragmatis yang diusulkan oleh Dorst juga mencerminkan realitas praktis dari bagaimana sains digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak hukum dan teori ilmiah yang kita terapkan saat ini lebih berorientasi pada hasil daripada penjelasan mendalam tentang asal-usul fenomena. Misalnya, dalam teknik dan teknologi, prediksi akurat dan hasil yang dapat diandalkan lebih dihargai daripada pemahaman yang mendalam tentang mengapa hukum-hukum tersebut bekerja sebagaimana adanya.

Kesimpulannya, argumen Dorst bahwa Hipotesis Masa Lalu mungkin tidak diperlukan dalam sistem terbaik untuk menjelaskan hukum-hukum alam menantang kita untuk memikirkan kembali peran sains dalam kehidupan kita. Apakah sains terutama harus berfungsi sebagai alat prediksi yang efektif, atau apakah ia juga harus memberikan penjelasan mendalam tentang asal-usul dan sejarah alam semesta? 

Mungkin jawabannya adalah bahwa kedua pendekatan ini diperlukan, tetapi dalam konteks yang berbeda. Untuk keperluan praktis, hukum-hukum yang berfokus pada prediksi mungkin cukup, tetapi untuk kepuasan intelektual dan filosofis, kita mungkin tetap membutuhkan penjelasan yang lebih mendalam seperti yang disediakan oleh Hipotesis Masa Lalu.

Dengan demikian, diskusi ini mengajak kita untuk lebih menghargai nuansa dan batasan sains serta peran penting yang dimainkan oleh filsafat dalam memperkaya pemahaman kita tentang hukum-hukum alam dan tempat kita dalam alam semesta.

Referensi

Dorst C. Does the Best System Need the Past Hypothesis? Philosophy of Science. 2024;91(2):410-429. doi:10.1017/psa.2023.152

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun