Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Dari Egoisme menuju Altruisme

9 Agustus 2024   07:05 Diperbarui: 9 Agustus 2024   07:13 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari gembok ke secangkir minuman hangat. (Sumber: Onearteveryday.com)

Manusia adalah makhluk yang seringkali terperangkap dalam paradoks keberadaan. 

Di satu sisi, kita membangun benteng pertahanan diri yang kuat, menggembok pintu-pintu hati kita agar tak seorang pun bisa menembusnya. 

Ini adalah manifestasi dari egoisme kita, sebuah kebutuhan untuk melindungi diri dari luka dan kekecewaan. 

Gembok, dalam hal ini, menjadi simbol dari ketertutupan, kekakuan, dan rasa aman yang diciptakan oleh jarak antara diri dan dunia luar.

Namun, di balik setiap gembok yang terkunci rapat, tersimpan kerinduan untuk mengalami kehangatan, kebersamaan, dan cinta. 

Karikatur gembok yang membayangkan dirinya sebagai secangkir minuman hangat adalah representasi dari keinginan terdalam manusia untuk berubah. 

Meskipun secara alami kita mungkin cenderung tertutup dan egois, ada keinginan laten untuk membuka diri, menjadi hangat, dan terhubung dengan orang lain.

Transformasi ini tidak mudah. Ia membutuhkan perubahan perspektif, sebagaimana gembok yang diputar 90 derajat bisa terlihat sebagai cangkir.

Kita harus siap untuk melihat diri kita dari sudut pandang yang berbeda, mengubah cara kita menilai dunia, dan menempatkan diri kita dalam posisi yang lebih terbuka.

Dalam konteks ini, filosofi perubahan bukan hanya tentang perubahan eksternal tetapi perubahan internal. 

Ini adalah perjalanan dari egoisme menuju altruisme, dari kekakuan menuju kehangatan, dari ketertutupan menuju keterbukaan. 

Setiap manusia memiliki potensi ini, meskipun seringkali tersembunyi di balik lapisan ketakutan dan pertahanan diri.

Yang perlu kita lakukan adalah mengenali bahwa di dalam setiap gembok ada cangkir yang menunggu untuk ditemukan. 

Di balik setiap perilaku egois, ada potensi untuk kehangatan. 

Dengan menyadari ini, kita bisa mulai membuka gembok-gembok yang mengunci hati kita dan membiarkan diri kita menjadi lebih hangat, lebih bersahabat, dan lebih terhubung dengan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun