Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Disuruh Jangan Bersedih Lha Kok Malah Marah

4 Agustus 2024   15:30 Diperbarui: 4 Agustus 2024   15:33 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hei, balikkan kerutan itu. (Sumber: Pbfcomics.com) 

Di tengah derasnya arus informasi yang sering kali kompleks dan membingungkan, karikatur sederhana dengan dua emotikon---satu sedih dan satu marah---dan teks yang berbunyi, "Hey turn that frown upside-down," (artinya "Hei, balikkan kerutan itu") membawa angin segar berupa humor yang cerdas dan reflektif. 

Karikatur ini, pada pandangan pertama, tampak hanya sebagai dorongan untuk mengubah pandangan negatif menjadi positif. 

Namun, sebuah twist visual mengubah interpretasi ini menjadi humor yang tajam dan mengundang tawa.

Dalam karikatur tersebut, yang terjadi bukan perubahan ekspresi dari sedih menjadi senang, tetapi perubahan dari sedih menjadi marah---sebuah kontradiksi yang mempermainkan ekspektasi kita. 

Fenomena ini mencerminkan teori inkongruensi dalam psikologi humor, yang menekankan bagaimana humor sering kali muncul dari ketidaksesuaian antara yang diharapkan dan yang terjadi. 

Teori ini, yang telah dijelajahi oleh para ahli seperti Thomas Veatch dan Victor Raskin, mengungkapkan bahwa kejutan ini mendorong kita untuk melihat kontradiksi dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam hal ini, menyoroti dinamika komunikasi manusia yang sering kali salah arah.

Pesan yang tersirat dalam humor visual ini juga menarik untuk dianalisis lebih lanjut. 

Di satu sisi, ada dorongan untuk berubah yang sering kita dengar dalam nasihat-nasihat positif yang populer di media sosial. 

Namun, perubahan yang diminta---dari sedih menjadi bahagia---bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah dicapai hanya dengan membalikkan bentuk mulut pada wajah. 

Perubahan emosi membutuhkan lebih dari sekadar perubahan fisik sederhana, dan humor dalam karikatur ini secara tidak langsung mengkritik pandangan simplistik terhadap pengelolaan emosi.

Lebih jauh, karikatur ini mengajak kita untuk merenungkan tentang bagaimana masyarakat sering kali menuntut perubahan instan dalam perasaan tanpa mempertimbangkan kompleksitas emosi manusia. 

Di era di mana kebahagiaan sering kali diproyeksikan sebagai tujuan utama, tekanan untuk selalu tampak bahagia bisa terasa menindas. 

Karikatur ini, melalui humor yang tajam, menggugat norma sosial tersebut dan menyajikan sebuah refleksi bahwa tidak semua solusi bisa diubah dengan mudah, dan kadang apa yang kita butuhkan adalah pengakuan akan kesulitan tersebut, bukan sekadar solusi cepat.

Penggunaan emotikon---simbol universal dari ekspresi emosional di dunia digital---juga menambah lapisan makna dalam karikatur ini. 

Dalam masyarakat yang semakin terhubung tetapi terkadang terisolasi, emotikon menjadi alat komunikasi yang penting, namun sering kali tidak memadai untuk mengekspresikan kedalaman emosi manusia.

Karikatur ini menyoroti keterbatasan tersebut dan mengajak kita untuk berpikir lebih dalam tentang bagaimana kita mengkomunikasikan perasaan kita dalam interaksi sehari-hari.

***

Karikatur ini bukan hanya sekadar lelucon. 

Ini adalah cerminan dari realitas sosial kita, di mana ekspresi dan emosi seringkali dihadapkan pada ekspektasi yang tidak realistis. 

Dalam humor sederhana ini, kita diajak untuk merenungkan dan mungkin menertawakan paradoks komunikasi dan emosi manusia, sambil mengingatkan kita tentang pentingnya menghargai keaslian perasaan di tengah tekanan untuk selalu merasa atau tampak baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun