Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film "Everly" (2014)

26 Juli 2024   06:23 Diperbarui: 26 Juli 2024   06:34 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salma Hayek bersama suaminya Franois-Henri Pinault, Sabtu 6 November 2021. (Sumber: IG/@salmahayek via Tempo.co)

Pada hari Kamis, 25 Juli 2024 pukul 23.00, salah satu stasiun televisi tanah air menayangkan film berjudul "Everly". Berikut review film "Everly".

***

Film "Everly" yang dirilis pada tahun 2014 di bawah arahan sutradara Joe Lynch, menampilkan Salma Hayek sebagai karakter utama yang berjuang untuk bertahan hidup dalam sebuah apartemen dikepung pembunuh bayaran. Dalam film ini, terdapat tema utama yang menarik untuk dibahas: pertarungan perempuan untuk mempertahankan martabat dan keluarga di tengah kondisi paling brutal.

Salma Hayek memerankan Everly, seorang wanita yang terjebak dalam dunia kriminal keras sebagai budak seks yang terpaksa menghadapi para pembunuh yang brutal. Film ini diawali dengan adegan yang sangat intens, di mana Everly harus bertarung nyawa demi menyelamatkan ibu dan anaknya. Ini mencerminkan representasi perjuangan wanita dalam keadaan terdesak, di mana mereka sering kali ditampilkan sebagai simbol ketahanan dan kekuatan moral, meskipun berada dalam situasi yang mengerikan.

Cerita film ini berputar pada kisah Everly yang berusaha keluar dari cengkeraman bos Yakuza yang sekaligus mantan kekasihnya, Taiko, yang diperankan oleh Hiroyuki Watanabe. Upaya Everly untuk melindungi keluarganya menunjukkan nilai-nilai keberanian dan kekuatan moral yang tinggi, terutama ketika dia menghadapi ancaman yang semakin intens dan brutal.

Namun, "Everly" juga menuai kritik karena pendekatannya yang dianggap berlebihan dan terlalu mengandalkan adegan kekerasan. Ini menggambarkan bagaimana film bisa mengeksplorasi tema filosofis tentang penderitaan dan perjuangan melawan ketidakadilan, namun sering kali terjebak dalam stereotip dan penggambaran yang tidak mendalam. Misalnya, penggunaan setting Natal yang ironis dan adegan kekerasan yang terkesan dipaksakan menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana film ini berhasil menggali makna yang lebih dalam dari sekedar tontonan aksi.

Penggambaran Everly sebagai karakter yang hampir tidak terkalahkan, walaupun dalam kondisi yang sangat buruk, mungkin dimaksudkan untuk membangkitkan simpati dan kekaguman, namun ini juga bisa dilihat sebagai bentuk eskapisme yang menghindari realitas yang lebih kompleks dan penuh nuansa. Kritik terhadap film ini menyoroti bahwa sementara film tersebut menawarkan hiburan yang mendebarkan, ia sering kali kurang dalam hal pengembangan karakter dan kedalaman cerita yang bisa memberikan pelajaran moral yang berarti.

***

Kita mendapati bahwa film ini tidak hanya sekadar narasi tentang pertarungan fisik, tetapi juga pertarungan moral dan psikologis yang dihadapi oleh karakter utama. Everly, yang diperankan dengan intens oleh Salma Hayek, tidak hanya berjuang melawan musuh yang tampak, tetapi juga melawan masa lalunya sebagai budak seks dan upaya untuk memperbaiki hubungan dengan keluarganya yang terpisah karena hidupnya yang terpaksa terlibat dalam dunia kriminal.

Film ini menyuguhkan narasi yang kuat tentang pembebasan dan penebusan, meskipun dilakukan dalam konteks yang sangat keras dan penuh kekerasan. Everly berusaha keras untuk memutus rantai yang menjeratnya dan mengambil kembali kontrol atas hidup dan masa depannya serta keluarganya. Ini merupakan simbolisme yang kuat dari perjuangan perempuan dalam mengatasi kekerasan dan penindasan dalam skala yang lebih luas.

Namun, film ini juga menghadapi kritik atas penggunaan kekerasan yang ekstrem dan sering kali glamorisasi dari kekerasan tersebut. Meski ada momen di mana kekuatan dan ketahanan Everly diperlihatkan, banyak adegan yang cenderung memperlihatkan kekerasan sebagai cara utama untuk menyelesaikan konflik. Ini menimbulkan pertanyaan penting tentang pesan yang disampaikan film terhadap penanganan masalah sosial yang serius seperti kekerasan terhadap perempuan dan eksploitasi.

Film "Everly" juga menarik dalam konteks representasi perempuan dalam film aksi. Meskipun sering kali karakter perempuan dalam film aksi digambarkan sebagai objek atau korban, Everly membalikkan narasi ini dengan menunjukkan seorang wanita yang tangguh dan mampu mengatasi rintangan. Namun, cara penyampaian yang terkadang terasa dipaksakan dan tidak realistis dapat mengurangi efektivitas dari pesan yang ingin disampaikan. Keberanian dan ketahanan yang diperlihatkan Everly seharusnya tidak hanya sebagai alat narasi tetapi juga sebagai refleksi dari kemampuan nyata perempuan untuk bertahan dan berjuang dalam situasi yang tidak menguntungkan.

***

"Everly" menyajikan sebuah kisah yang memikat dengan aksi yang mendebarkan, tetapi juga membuka ruang diskusi yang penting tentang representasi gender, kekerasan, dan kekuatan moral dalam film. Kita diajak untuk merenungkan tidak hanya apa yang kita tonton, tetapi juga bagaimana kita mempersepsikan kisah-kisah tersebut dalam konteks sosial dan moral yang lebih besar. Film ini, dengan semua kelebihan dan kekurangannya, menawarkan sebuah platform untuk diskusi yang lebih dalam tentang peran media dalam memengaruhi dan mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun