Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mencermati Vonis Bebas Pegi Setiawan dalam Kasus Vina Cirebon

8 Juli 2024   13:48 Diperbarui: 8 Juli 2024   14:11 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontroversi Vonis Bebas Pegi Setiawan

Kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina Cirebon yang melibatkan Pegi Setiawan kembali menjadi sorotan publik menyusul keputusan pengadilan yang membebaskannya dari segala tuduhan (Cnnindonesia.com, 08/07/2024). Tindakan ini menimbulkan perdebatan luas mengenai efektivitas dan profesionalisme kepolisian Jawa Barat, terutama dalam menangani kasus-kasus berat yang membutuhkan bukti dan penyidikan mendalam.

Kasus ini, yang terjadi delapan tahun yang lalu, menyisakan banyak pertanyaan mengenai prosedur kepolisian dan keadilan hukum. Menurut sumber dari Monitor Indonesia, Pegi diduga melanggar beberapa pasal berat yang seharusnya membawanya ke hukuman mati atau penjara seumur hidup jika terbukti bersalah. Namun, kegagalan dalam menangani bukti dan saksi oleh Polda Jawa Barat selama proses penyidikan menimbulkan keraguan atas integritas kasus ini (Monitorindonesia.com, 09/06/2024).

Kesulitan lain yang dihadapi kepolisian adalah perubahan identitas oleh Pegi Setiawan, yang sempat menggunakan nama Robi Iriawan, serta kurangnya saksi yang berani memberikan keterangan, yang menambah komplikasi dalam melacak dan membuktikan keterlibatan Pegi dalam kejahatan tersebut (Voi.id, 26/05/2024). Kritik terhadap Polda Jabar mencuat, khususnya mengenai pendekatan mereka dalam mengumpulkan dan mengelola bukti yang akhirnya mempengaruhi keputusan pengadilan.

Dari perspektif hukum, kesalahan prosedural dan kurangnya bukti yang konklusif memang seringkali membebaskan tersangka yang seharusnya bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan. Di sisi lain, prinsip dasar dalam hukum pidana, yaitu praduga tak bersalah, harus tetap dihormati. Menurut Kurnia Zakaria, seorang kriminolog dari Universitas Indonesia, penting untuk memastikan bahwa setiap tersangka mendapatkan hak-haknya selama proses peradilan, yang mencakup hak untuk tidak dipaksa bersaksi melawan diri sendiri dan hak atas praduga tidak bersalah (Monitorindonesia.com, 09/06/2024).

Reformasi Sistem Hukum dan Penegakan Keadilan

Dalam menghadapi kasus yang kompleks dan sensitif seperti pembunuhan dan pemerkosaan Vina Cirebon, kejelasan dan keadilan proses hukum menjadi sangat penting. Vonis bebas Pegi Setiawan telah memunculkan berbagai pertanyaan serius mengenai standar dan metodologi yang digunakan oleh Polda Jawa Barat dalam penyelidikan dan penuntutan kasus.

Pertama-tama, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penyidikan yang diterapkan. Menurut berita dari berbagai sumber, terdapat kegagalan dalam mengamankan bukti yang cukup dan penanganan saksi yang efektif (Voi.id, 26/05/2024). Ini mengindikasikan potensi kelemahan dalam pelatihan dan sumber daya yang ada di kepolisian, terutama dalam kasus yang memerlukan penanganan khusus seperti kejahatan seksual dan pembunuhan.

Selanjutnya, aspek perlindungan saksi juga memerlukan perhatian lebih. Dalam kasus ini, terdapat saksi yang akhirnya berani memberikan keterangan setelah bertahun-tahun, yang mungkin disebabkan oleh ketakutan akan konsekuensi dari memberi kesaksian. Program perlindungan saksi dan korban harus diperkuat untuk memastikan bahwa mereka dapat memberikan keterangan tanpa rasa takut akan balas dendam atau penganiayaan.

Dari segi kebijakan, diperlukan transparansi dalam setiap langkah proses hukum. Publik harus diberikan akses ke informasi tentang bagaimana kasus diolah dan diputuskan. Hal ini tidak hanya akan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan, tetapi juga memperkuat prinsip akuntabilitas dalam penegakan hukum.

Reformasi ini tidak hanya penting untuk kasus Pegi Setiawan, tetapi juga untuk meningkatkan integritas sistem hukum di Indonesia secara keseluruhan. Keadilan yang adil dan tidak diskriminatif harus menjadi pilar utama dalam sistem hukum yang modern dan responsif. Hal ini menjadi krusial dalam membangun negara hukum yang kuat dan terpercaya di mata masyarakat dan dunia internasional.

Akhirnya, wacana ini harus dijadikan sebagai momentum untuk refleksi dan aksi konkrit. Membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian dan sistem peradilan memerlukan tindakan yang sistematis dan berkelanjutan, termasuk reformasi kebijakan, peningkatan kapasitas, dan penerapan teknologi baru dalam investigasi dan penyidikan. Hanya dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa keadilan ditegakkan dengan adil dan setiap warga negara terlindungi oleh hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun