Perjalanan yang Tak Terlupakan
Di ambang milenium pertama Masehi, seorang bocah Romawi yang cerdas dan nakal bernama Pontius merasakan tekanan berat dari orangtuanya, khususnya ibunya yang kecewa karena Pontius secara tidak sengaja menjatuhkan sebuah kendi saat diutus untuk mengambil air.Â
Dengan rasa takut akan hukuman dari ayahnya, Pontius diberi kesempatan untuk menebus kesalahannya dengan diutus ke desa untuk membeli beberapa keperluan, termasuk ayam dan pomegranate, buah yang tidak sengaja dia makan terakhir kali di rumah.
Pontius memulai perjalanannya dengan penuh semangat, mencoba mengingat setiap item yang harus dibelinya di pasar. Ia bertemu dengan beberapa pedagang di pasar yang menatapnya dengan curiga, namun dengan keberanian yang ia warisi dari orang Romawi, ia berhasil mendapatkan semua yang diperlukan tanpa terlalu banyak masalah.Â
Setiap transaksi di pasar mengajarkan Pontius tentang keberanian dan kecerdasan dalam berinteraksi, mencerminkan ajaran dan harapan tinggi dari orangtuanya.
Namun, perjalanannya berubah ketika ia menyaksikan seorang wanita yang tidak bisa mendapatkan tempat di penginapan dan memutuskan untuk mengikuti mereka ke sebuah kandang. Di sana, ia bertemu dengan pemandangan yang mengubah pandangannya tentang dunia.Â
Wanita tersebut, yang tampaknya sedang hamil besar, memiliki kecantikan yang tidak biasa dan aura yang mempesona Pontius. Meskipun hanya seorang anak, Pontius merasakan kehadiran yang kuat dari wanita tersebut dan tanpa berpikir, ia memberikan semua makanan yang baru saja dibelinya kepada wanita tersebut sebagai tanda penghormatan.
Pertemuan yang Takdirnya
Setelah memberikan segala sesuatu yang dia bawa kepada wanita misterius tersebut, Pontius melanjutkan perjalanan pulang dengan hati yang ringan namun penuh pertanyaan. Di tengah jalan, saat matahari mulai terbenam, Pontius bertemu dengan tiga pria asing yang menunggangi unta dan tampak seperti dari negeri jauh.Â
Mereka mencari "Raja di antara Raja," sebuah konsep yang asing bagi Pontius namun menggugah rasa ingin tahunya. Meskipun awalnya ragu, interaksi dengan pria-pria tersebut menambah wawasan Pontius tentang dunia di luar kekaisaran Romawi dan mengajarkan pentingnya mendengarkan dan menghormati budaya lain.
Ketiga pria tersebut, masing-masing membawa emas, kemenyan, dan mur, terus melanjutkan perjalanan mereka ke Bethlehem---desa yang diterangi bintang terang yang sama yang telah memandu mereka dari Timur. Pontius, yang semula hanya fokus pada tugas dari ibunya, kini mulai memahami bahwa ada kejadian besar yang sedang berlangsung, sebuah peristiwa yang mungkin akan mengubah sejarah.
Ketika Pontius kembali ke kompleks tempat tinggalnya, ia disambut dengan kekhawatiran dan kemarahan ayahnya, yang tidak senang dengan keterlambatannya.Â