Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sinopsis Cerita Pendek "Broken Routine" Karya Jeffrey Archer (5)

26 Juni 2024   05:10 Diperbarui: 26 Juni 2024   09:19 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerita pendek "Broken Routine". (Created by Bing Image Creator)

Rutinitas yang Tak Terhindarkan

Septimus Horatio Cornwallis adalah seorang penyesuaian klaim di Prudential Assurance Company di London. Dia dikenal sebagai sosok yang menjalani kehidupan dengan rutinitas yang sangat teratur dan hampir mekanis. Setiap hari dimulai dengan sarapan yang sama, perjalanan kereta yang sama, dan kebiasaan kerja yang tak pernah berubah. Dalam kehidupannya yang teratur, Septimus memandang dirinya sebagai penganut tradisi dan disiplin.

Hidup Septimus berjalan di jalur yang teratur di mana setiap aktivitas harian seperti berangkat kerja, makan siang di pub favorit, dan perjalanan pulang memiliki waktu yang tetap dan tidak pernah berubah. Dia berpendapat bahwa menjaga rutinitas ini akan membawanya pada suatu hari menjadi manajer di departemen klaim, sebuah posisi yang telah lama dia impikan. Dia merasa bahwa hidupnya, walaupun mungkin terlihat membosankan bagi orang lain, adalah gambaran dari kedisiplinan dan kesederhanaan.

Di rumah, Septimus adalah suami dan ayah yang baik. Dia dan istrinya, Norma, memiliki dua anak yang mendapat perhatian penuh dari Septimus terkait pendidikan dan kegiatan sehari-hari mereka. Walaupun dia sering mengeluh tentang perubahan yang terjadi di sekolah anak-anaknya, dia tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya.

Setiap detail dari rutinitas Septimus menunjukkan keinginannya untuk hidup dalam keadaan yang terkendali dan terprediksi. Namun, ketakutan terbesarnya adalah apabila ada sesuatu yang mengganggu rutinitasnya tersebut. Dia merasa bahwa setiap perubahan, sekecil apa pun, adalah ancaman terhadap stabilitas dan kenyamanan yang telah dia bangun selama ini.

Kita akan melihat bagaimana ketakutan ini menjadi kenyataan ketika suatu hari, rutinitas Septimus mengalami gangguan yang tidak hanya menguji kemampuannya dalam menghadapi perubahan tetapi juga mempertanyakan seluruh dasar hidupnya yang teratur.

Gangguan yang Tak Terduga

Suatu sore, tepat ketika Septimus bersiap untuk meninggalkan kantor setelah menyelesaikan pekerjaannya, rutinitasnya dikejutkan oleh panggilan mendadak dari atasannya. Hal ini sangat tidak biasa dan mengakibatkan Septimus tidak bisa meninggalkan kantor pada waktunya yang biasa. Akibatnya, ia terlambat untuk perjalanan pulangnya yang sangat teratur, sebuah peristiwa yang sangat mengganggu bagi seorang yang hidupnya diatur oleh kepastian dan waktu yang tepat.

Ketika Septimus akhirnya mencapai stasiun, ia mendapati bahwa beberapa kereta telah dibatalkan dan jadwalnya tidak sesuai dengan yang tertera. Hal ini menambah kecemasannya, karena setiap langkahnya yang terlambat semakin menjauhkannya dari kenyamanan rutinitasnya. Dalam kebingungan, Septimus memasuki gerbong kereta yang tidak dikenalinya, penuh dengan wajah-wajah asing dan tempat duduk yang hampir penuh. Hanya tersisa satu tempat duduk yang tidak ideal, dan situasi ini semakin membuatnya tidak nyaman.

Di gerbong yang asing ini, Septimus duduk di samping seorang pemuda berpakaian kulit hitam yang kontras dengan penampilan rapi Septimus. Pemuda tersebut, dengan rambut yang terlalu mencolok dan jaket yang mengandung simbol-simbol yang mengejutkan, adalah gambaran dari segala hal yang tidak ingin dihadapi oleh Septimus. Sifat konfrontatif dan nonkonformis pemuda itu semakin membuat Septimus tidak nyaman, mengingatkannya pada ketidakpastian yang ia benci.

Ketika kereta melaju, insiden-insiden kecil mulai terjadi antara Septimus dan pemuda tersebut---dari pertukaran rokok hingga tarik-menarik koran---yang semakin menegaskan perbedaan antara keduanya. Setiap aksi dari pemuda itu seperti menantang rutinitas yang telah lama dipegang teguh oleh Septimus, memaksa dia untuk bereaksi.

Konflik ini memuncak ketika mereka berdua terlibat dalam perang rokok, di mana kedua pihak bertukar pandang, saling ambil rokok, dan melempar asap ke wajah satu sama lain, sebuah pertarungan wilayah yang penuh dengan simbolisme tentang pertarungan lebih besar antara tradisi dan perubahan. Septimus, meski terganggu, mulai merenungkan situasi tersebut, mempertimbangkan apa arti perubahan dan bagaimana dia mungkin harus beradaptasi, meskipun dengan sangat enggan.

Penerimaan dan Perubahan

Konflik di kereta menjadi momen penting bagi Septimus, sebuah pengalaman yang menantang setiap aspek dari eksistensi teratur dan terkontrolnya. Selama pertarungan rokok, sebuah pertarungan simbolis yang lebih mendalam terjadi dalam diri Septimus---pertarungan antara keinginan untuk mempertahankan rutinitas dan kebutuhan untuk mengakui bahwa perubahan adalah bagian tak terelakkan dari kehidupan.

Ketegangan mencapai puncaknya ketika kereta memasuki stasiun Sevenoaks, tempat Septimus harus turun. Dalam momen terakhir konfrontasi, Septimus berhasil mengambil tindakan yang berani, sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan dilakukan sebelumnya. Dengan cepat dia mengambil pak rokok terakhir dan merobek-robek koran menjadi potongan-potongan kecil, menumpahkannya ke pangkuan pemuda itu. Ini bukan hanya tindakan fisik tetapi juga simbolis, perwujudan dari kemarahan dan frustrasi yang telah terpendam lama.

Ketika Septimus meninggalkan kereta, ia membawa perasaan kemenangan yang hampa. Meski ia telah 'menang' dalam konfrontasi kecil itu, ia mulai merenungkan apa arti kemenangan tersebut. Saat berjalan pulang, Septimus merasa ada pergeseran dalam dirinya. Ia menyadari bahwa meski rutinitas memberikan kenyamanan, ia juga harus siap menghadapi dan menerima perubahan yang tak terhindarkan.

Kembali di rumah, Septimus berbagi pengalaman harinya dengan Norma, istrinya, yang mendengarkan dengan penuh perhatian. Percakapan itu membuka jalan bagi Septimus untuk merefleksikan dan menerima bahwa kehidupan tidak selalu bisa dikontrol dan diprediksi seutuhnya. Norma, dengan lembut, mengingatkan Septimus bahwa ada kekuatan dalam keluwesan dan kemampuan untuk beradaptasi.

Hari-hari berikutnya menunjukkan perubahan kecil dalam rutinitas Septimus. Ia mulai sedikit lebih fleksibel dalam kegiatannya, lebih terbuka dengan rekan-rekannya, dan lebih sabar dengan perubahan di sekitarnya. Meski perubahan ini kecil, bagi Septimus, ini adalah langkah besar menuju penerimaan bahwa kehidupan adalah serangkaian kejadian yang tidak selalu bisa diprediksi atau dikendalikan.

Melalui pengalaman yang mengganggu rutinitasnya, Septimus Horatio Cornwallis belajar bahwa adaptasi dan penerimaan adalah bagian penting dari kehidupan, sebuah pelajaran yang akan terus ia bawa dalam perjalanan hidupnya yang terus berlanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun