Pengembangan telemedicine di Indonesia memerlukan strategi yang komprehensif untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada. Inisiatif pemerintah dan swasta harus ditingkatkan, khususnya dalam hal infrastruktur digital dan literasi digital.Â
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari separuh jumlah dokter di Indonesia berada di Pulau Jawa, sementara daerah lain seperti Papua Barat memiliki jumlah dokter yang sangat terbatas (Balaibaturaja.litbang.kemkes.go.id).Â
Hal ini menunjukkan perlunya distribusi sumber daya kesehatan yang lebih merata yang bisa diperkuat melalui penggunaan telemedicine.
Dukungan pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk subsidi atau insentif untuk pengembangan infrastruktur internet di daerah terpencil.Â
Hal ini penting karena keterbatasan akses internet menjadi salah satu penghambat utama penggunaan telemedicine, terutama di luar daerah metropolis (Digitalsociety.id, 13/01/2021).Â
Pemerintah juga bisa berperan dalam regulasi dan kebijakan yang mendukung privasi dan keamanan data pengguna, yang merupakan faktor penting dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan ini.
Selain itu, inovasi lokal perlu ditingkatkan untuk mengadaptasi teknologi telemedicine dengan kebutuhan spesifik masyarakat Indonesia. Misalnya, aplikasi yang menyediakan informasi kesehatan dan konsultasi dalam berbagai bahasa daerah, serta fitur yang ramah bagi pengguna dengan keterbatasan teknologi.Â
Menurut survei dari Populix, aplikasi telemedicine yang paling favorit untuk konsultasi masalah kesehatan mental adalah Halodoc, yang menunjukkan bahwa inovasi dalam spesialisasi layanan juga penting (Databoks.katadata.co.id, 19/01/2023).
Penerapan model hybrid antara telemedicine dan pelayanan kesehatan konvensional juga dapat menjadi solusi. Model ini memungkinkan integrasi antara konsultasi online dan kunjungan fisik ke fasilitas kesehatan ketika diperlukan, sehingga mampu mengatasi kekurangan dari kedua model pelayanan tersebut secara independen.