Apakah ART Solusi Universal untuk Semua Daerah di Indonesia?
Pengenalan Autonomous Rail Rapid Transit (ART) di berbagai wilayah di dunia telah mengundang diskusi mengenai potensinya sebagai solusi transportasi yang inovatif dan biaya-efektif.Â
Sistem ini, yang menggabungkan keunggulan dari bus dan kereta tanpa rel, telah terpilih sebagai alternatif menjanjikan terhadap sistem kereta dan tram konvensional karena biayanya yang lebih rendah dan fleksibilitas dalam implementasi.
Di kota-kota seperti Zhuzhou di China, ART telah berhasil dioperasikan dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan sistem light rail, menunjukkan potensi signifikan untuk pengurangan biaya pembangunan infrastruktur transportasi publik.Â
Namun, keefektifan dan penerimaan ART berbeda-beda tergantung pada konteks geografis dan sosial-ekonomi masing-masing daerah.Â
Di Johor, Malaysia, contohnya, sistem ART diusulkan untuk mengintegrasikan dengan sistem transportasi lain seperti Singapore Rapid Transit System (RTS) dan High-Speed Rail (HSR) yang sedang dalam pembangunan, menunjukkan pentingnya sinergi antarmoda transportasi untuk mencapai keberhasilan ART.
Namun, terdapat juga tantangan dan kritik. Misalnya, di Australia, meskipun terdapat proposal untuk implementasi ART, muncul kekhawatiran mengenai keandalan teknologi yang masih relatif baru ini.Â
Beberapa studi menunjukkan bahwa kapasitas angkut yang diklaim oleh produsen ART mungkin lebih rendah daripada yang sebenarnya, sehingga mempengaruhi efektivitas sistem dalam menangani volume penumpang yang tinggi.
Selain itu, keberhasilan ART juga sangat bergantung pada adaptasi masyarakat terhadap penggunaan transportasi publik.Â
Di Kuching, Malaysia, proyek ART sedang dikembangkan dengan harapan akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan mobilitas yang lebih baik di kawasan urban.Â
Tetapi, apakah ART akan diterima oleh masyarakat setempat atau tidak masih menjadi pertanyaan yang harus dijawab melalui pengujian dan evaluasi lebih lanjut.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor ini, pertanyaan mengenai apakah ART dapat dianggap sebagai solusi universal untuk semua daerah di Indonesia menjadi topik yang kompleks.Â
Kita harus mempertimbangkan keunikan dari setiap daerah serta kesiapan infrastruktur dan sosial masyarakatnya dalam menerima perubahan menuju sistem transportasi modern yang lebih berkelanjutan.
Evaluasi Lebih Lanjut Mengenai ART sebagai Solusi Transportasi
Meneruskan evaluasi Autonomous Rail Rapid Transit (ART), pertimbangan terhadap kemungkinan keberhasilannya di Indonesia membutuhkan analisis yang mendalam mengenai aspek teknologi, biaya, dan sosial.Â
Di beberapa negara, seperti di Abu Dhabi, ART tidak hanya sebagai uji coba tetapi juga sebagai bagian dari sistem transportasi yang lebih luas yang mencakup berbagai jenis kendaraan otonom.Â
Pengalaman dari Abu Dhabi menunjukkan bahwa integrasi ART dengan infrastruktur kota yang ada dan sistem transportasi lainnya adalah kunci untuk mencapai hasil yang optimal.
Di China, keberhasilan ART di kota-kota seperti Zhuzhou dan Xi'an telah mendorong perluasan lebih lanjut.Â
Xi'an, misalnya, telah mengoperasikan ART di area pengembangan baru, mencoba menarik perhatian baik penduduk lokal maupun pengunjung dengan layanan yang efisien dan biaya operasional yang lebih rendah.Â
Namun, di Sarawak, Malaysia, implementasi ART masih dalam tahap uji coba dengan kendaraan yang ditenagai hidrogen, menunjukkan potensi inovasi selanjutnya dalam teknologi ART.
Namun, kendala juga muncul. Seperti di Kuching, kekhawatiran tentang kesesuaian ART dengan kebutuhan mobilitas lokal dan persaingan dengan moda transportasi lain perlu diatasi.Â
ART harus mampu menawarkan solusi yang tidak hanya inovatif tetapi juga kompatibel dengan kebiasaan dan preferensi transportasi masyarakat lokal.
Sejalan dengan hal itu, keberhasilan ART sangat bergantung pada strategi implementasi yang efektif, yang mencakup pendidikan masyarakat, integrasi dengan sistem transportasi yang sudah ada, dan kebijakan pemerintah yang mendukung.Â
Di Indonesia, tantangan ini termasuk keragaman geografis dan ekonomi yang luas, yang mungkin memerlukan pendekatan khusus untuk setiap daerah.Â
Kebijakan pemerintah yang fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan lokal akan menjadi kunci, seperti yang dicontohkan oleh proposal Johor di Malaysia untuk mengintegrasikan ART dengan sistem lain untuk mendukung pengembangan ekonomi regional dan kebutuhan mobilitas yang lebih besar.
Oleh karena itu, meskipun ART menawarkan banyak keuntungan, pertanyaannya tetap: Apakah teknologi ini bisa diterapkan secara universal di semua daerah di Indonesia?Â
Jawabannya mungkin bukan 'ya' yang mutlak, tetapi lebih kepada kemungkinan jika semua faktor (teknis, ekonomi, dan sosial) dapat dialamatkan dengan strategi yang tepat dan komprehensif.Â
Pembelajaran dari implementasi ART di berbagai negara menunjukkan pentingnya adaptasi lokal dalam teknologi global, sesuatu yang harus dipertimbangkan Indonesia dalam merencanakan masa depan transportasinya.
Daftar Bacaan:
https://www.channelnewsasia.com/asia/johor-art-multi-tiered-elevated-rail-rts-hsr-4291196
https://en.wikipedia.org/wiki/Autonomous_Rail_Rapid_Transit
https://www.urban-transport-magazine.com/en/art-another-rail-less-tramway-china-2/
https://futuresoutheastasia.com/sarawak-metro/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H