Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Membandingkan Sistem "Student Loan" Global: Apa yang Efektif?

4 Juni 2024   08:03 Diperbarui: 4 Juni 2024   08:31 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pendukung pengampunan pinjaman mahasiswa melakukan protes di depan Mahkamah Agung AS. (Sumber: Kent Nishimura/Los Angeles Times/Getty Images )

Di banyak negara, student loan telah menjadi alat penting untuk membantu mahasiswa mencapai pendidikan tinggi. Namun, efektivitas dan dampak dari kebijakan ini berbeda-beda, tergantung pada detail dan konteks sosio-ekonomi masing-masing negara. Melalui analisis sistem student loan di beberapa negara, kita dapat menarik pelajaran berharga untuk mempertimbangkan penerapannya di Indonesia.

Amerika Serikat adalah contoh paling terkenal dalam hal student loan, dimana total utang pendidikan mahasiswa telah mencapai triliunan dolar. Di sini, student loan dianggap sebagai beban oleh banyak lulusan karena tingginya biaya pendidikan dan bunga pinjaman yang juga tinggi. Ini menunjukkan bahwa tanpa regulasi yang memadai, student loan dapat menimbulkan masalah keuangan jangka panjang bagi lulusan. Lebih lanjut, sistem ini sering kali meningkatkan kesenjangan sosial karena mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah cenderung mengambil lebih banyak utang dan mengalami kesulitan lebih besar dalam pembayarannya.

Di sisi lain, Australia dan Inggris menawarkan sistem pembayaran kembali yang tergantung pada penghasilan. Di kedua negara ini, pembayaran kembali pinjaman baru dimulai ketika pendapatan lulusan mencapai batas tertentu. Sistem ini secara signifikan mengurangi beban keuangan bagi lulusan baru yang sering kali memulai karier dengan gaji yang lebih rendah. Hal ini menciptakan model yang lebih berkelanjutan dan adil, yang memungkinkan lebih banyak individu untuk mengakses pendidikan tinggi tanpa takut terjerat utang.

Jerman, di sisi lain, memberikan contoh pendidikan tinggi yang hampir sepenuhnya dibiayai oleh negara untuk warga negaranya, mengurangi kebutuhan akan student loan. Pendekatan ini mempromosikan akses yang lebih luas ke pendidikan tinggi, meningkatkan kesetaraan sosial dan ekonomi di antara warga. Ini menunjukkan bahwa pendidikan yang dibiayai penuh oleh negara dapat menjadi alternatif yang efektif terhadap model student loan yang berbasis hutang.

Dari ketiga contoh ini, kita dapat melihat bahwa keefektifan student loan sangat bergantung pada struktur ekonomi dan kebijakan pendidikan setiap negara. Untuk Indonesia, penting untuk mengevaluasi kebutuhan dan kondisi lokal sebelum mengadopsi atau menyesuaikan model dari negara lain. Kebijakan yang diambil harus memperhatikan kemampuan pembayaran kembali mahasiswa, tingkat suku bunga yang wajar, dan dukungan finansial lainnya untuk memastikan bahwa student loan benar-benar membantu, bukan membebani, mahasiswa.

***

Salah satu aspek penting dalam mempertimbangkan kebijakan student loan adalah memahami kelebihan dan kekurangan dari sistem yang ada di berbagai negara. Kita dapat mempelajari dari model yang berhasil untuk menghindari kesalahan yang sama yang mungkin terjadi di Indonesia.

Kelebihan sistem berbasis penghasilan, seperti yang diterapkan di Australia dan Inggris, terletak pada fleksibilitas pembayaran yang menyesuaikan dengan kondisi finansial lulusan. Ini meminimalisir risiko gagal bayar dan tekanan finansial pada awal karier. Kelebihan lainnya adalah pemberian kesempatan yang lebih besar kepada individu dari berbagai latar belakang ekonomi untuk mengakses pendidikan tinggi tanpa dibebani oleh kekhawatiran utang jangka panjang.

Namun, kekurangan dari sistem ini juga perlu dipertimbangkan. Misalnya, pembayaran yang berbasis penghasilan mungkin menyebabkan periode pembayaran yang lebih panjang dan total pembayaran yang lebih besar karena akumulasi bunga. Selain itu, sistem ini mungkin kurang memberikan insentif bagi individu untuk meningkatkan penghasilan mereka, karena kenaikan pendapatan bisa langsung berdampak pada kenaikan cicilan pinjaman mereka.

Di lain pihak, negara seperti Jerman yang menawarkan pendidikan tinggi gratis atau subsidi besar menunjukkan bahwa investasi pemerintah dalam pendidikan bisa memiliki dampak positif yang signifikan terhadap akses pendidikan dan kesetaraan sosial. Model ini membantu mengurangi ketergantungan pada pinjaman pendidikan dan meningkatkan kesempatan bagi semua warga negara untuk mendapatkan pendidikan tinggi tanpa mempertaruhkan stabilitas finansial mereka di masa depan.

Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, di mana beban utang pendidikan sangat tinggi, banyak lulusan menghadapi kesulitan finansial yang serius setelah menyelesaikan studi. Hal ini menggarisbawahi perlunya sistem yang lebih mendukung dan berkelanjutan yang tidak hanya mengandalkan utang sebagai sarana pembiayaan pendidikan.

Mempertimbangkan model-model ini, Indonesia mungkin perlu mengembangkan pendekatan hibrida yang memanfaatkan kelebihan dari berbagai sistem untuk menciptakan kebijakan student loan yang adil, berkelanjutan, dan sesuai dengan konteks sosioekonomi lokal. Pendekatan yang seimbang antara subsidi pemerintah, bantuan berbasis kebutuhan, dan opsi pembayaran fleksibel mungkin menjadi kunci untuk sistem pendidikan tinggi yang lebih inklusif dan efektif.

***

Melihat ke depan, implementasi kebijakan student loan di Indonesia memerlukan pertimbangan mendalam dan adaptasi terhadap dinamika sosial dan ekonomi lokal. Pembelajaran dari negara-negara lain harus disaring dan disesuaikan untuk memastikan bahwa sistem yang dikembangkan tidak hanya efisien tetapi juga adil dan berkelanjutan.

Pertimbangan Utama dalam merancang sistem student loan untuk Indonesia adalah menciptakan keseimbangan antara keterjangkauan dan keberlanjutan. Pemerintah perlu menetapkan suku bunga yang rendah untuk memudahkan pembayaran kembali, sambil memastikan bahwa sistem tersebut tidak memberatkan anggaran negara. Selain itu, perlunya mekanisme perlindungan bagi peminjam, seperti batas maksimum pembayaran bulanan yang berkaitan dengan penghasilan, bisa menawarkan jaring pengaman yang kuat untuk mencegah kesulitan finansial bagi lulusan yang pendapatannya belum stabil.

Adopsi Teknologi dapat memainkan peran penting dalam mengelola dan memantau student loan. Penggunaan platform digital untuk administrasi pinjaman, penagihan, dan pembayaran dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi. Australia telah memanfaatkan teknologi untuk mengelola pengembalian pinjaman berdasarkan penghasilan, sebuah praktik yang bisa ditiru oleh Indonesia untuk memastikan kepatuhan dan kemudahan dalam pembayaran kembali pinjaman.

Evaluasi dan Penyesuaian Kebijakan secara berkala adalah kunci untuk memastikan bahwa sistem student loan tetap relevan dan responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi dan pendidikan. Seperti yang telah dilakukan di Amerika Serikat dengan reformasi dan pengampunan utang yang bertujuan untuk meringankan beban lulusan, Indonesia juga harus siap untuk mengadaptasi kebijakan berdasarkan hasil evaluasi dan umpan balik dari para pemangku kepentingan.

Dengan mempertimbangkan semua aspek ini, Indonesia dapat mengembangkan sebuah sistem student loan yang bukan hanya membantu memperluas akses ke pendidikan tinggi, tetapi juga mendukung pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan dan inklusif. Kebijakan yang dirancang dengan baik akan memastikan bahwa pendidikan tinggi menjadi investasi yang menguntungkan bagi individu dan negara, bukan beban yang harus ditanggung lulusan selama bertahun-tahun. Kesuksesan implementasi student loan di Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuan untuk mengambil pelajaran dari seluruh dunia dan menyesuaikannya dengan kondisi lokal untuk menciptakan sistem yang adil dan berkesinambungan.

Daftar Bacaan:

[1] Biden-Harris Administration Announces Additional $7.4 Billion in Approved Student Debt Relief for 277,000 Borrowers
[2] Student Debt by Country: College Costs and Student Loans Around the World
[3] Is Rising Student Debt Harming the U.S. Economy?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun