Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rencana Keuangan Keluarga

24 April 2024   13:57 Diperbarui: 24 April 2024   14:04 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi meja kerja. (Freepik.com)

Di ruang kerja dengan meja yang terpetak-petak dan berbagai catatan kertas tertempel di dinding meja kerja, Sally sedang asyik menelusuri catatan penagihan di laptopnya. Tiba-tiba, sistem informasi di layarnya menampilkan satu nama, Atika. Dengan reflek, Sally menekan tombol panggilan.

"Hei, Atika. Ini Sally dari Smart Loan. Saya ingin mengingatkan bahwa angsuran Ibu sudah lewat dari tanggal jatuh tempo," kata Sally dengan suara profesional.

Di sisi lain telepon, Atika terdiam sejenak. "Sally? Anakku Sally?" bisiknya, hampir tidak terdengar.

Sally, yang tidak menyadari siapa sebenarnya yang ia telpon, terus dengan penjelasannya. "Iya, Bu, penting sekali untuk segera menyelesaikan pembayaran agar tidak terjadi penumpukan denda."

Atika, yang kini sadar bahwa di ujung telepon adalah putri kesayangannya, mencoba mengalihkan topik. "Eh, Sal, katanya kamu kerja di e-marketplace yang terkenal itu, kok bisa sih kamu telpon-telpon soal pinjol?"

Sally tersadar dan terdiam sebentar, kemudian tertawa kecil. "Ah, Ibu ini, masih ingat dongeng semalam? Itu cuma cerita, Bu. Sally kan multitasking, kerja di e-marketplace sambil handle beberapa kasus khusus di Smart Loan." Sally mencoba membela diri.

Atika tidak terima, "Lho, tapi kan kemarin Ibu sudah bangga-bangganya bilang ke Bu Darsih dan Pak Slamet tetangga kita, bahwa anak Ibu kerja di tempat yang wah itu. Ini kan malu, Sal. Pinjol itu masih tabu, apalagi bagian penagihannya."

Sally mendengus, mencoba meredam amarah. "Ibu, tapi kenapa sih Ibu pakai pinjol kalau tidak setuju sama mereka?"

Mendengar itu, Atika terdiam, suaranya bergetar. "Ya, untuk apa lagi kalau bukan untukmu, Nak. Kuliahmu itu lho, yang biayanya bukan main."

Sally tercengang, tak bisa berkata-kata. Kedua wanita itu terdiam, menyisakan hanya suara kipas angin yang berputar lambat. Sally akhirnya memecah keheningan.

"Ibu... maaf, Sally tidak tahu. Tapi, Ibu jangan khawatir, kita pasti bisa atasi ini. Mari kita bicarakan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun