Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenangan dan Harapan yang Mengalir

15 April 2024   06:13 Diperbarui: 15 April 2024   06:27 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman kota Sidoarjo. (Foto pribadi)

Episode 1: Perpisahan di Pintu Gerbang

Di depan pintu gerbang yang sudah mengenal berbagai sapa dan tangis, Rani berdiri dengan mata berkaca-kaca sambil memandangi sosok tinggi yang kini mengenakan jaket kulit dan koper di sampingnya. Bagas, dengan postur tegap meski hati gundah, merangkul bahu Rani, mencoba menjadi tiang penyangga di saat yang penuh emosi ini.

"Kamu yakin ya, Ardi? Di sana nanti jangan lupa makan yang teratur, dan..." Rani mencoba bertahan agar suaranya tidak tergagap oleh isak.

Ardi, mengangguk sambil tersenyum, memotong ucapan Ibunya, "Ibu, tenang saja. Aku sudah dewasa, kok. Lagipula, ini kan impian Ardi sejak dulu." Ardi mencium kening kedua orangtuanya, satu per satu, lalu berbalik menuju ke arah yang akan membawanya jauh dari rumah.

Taksi online yang akan mengantar Ardi ke bandara pelan-pelan menjauh, meninggalkan Rani dan Bagas berdua di depan rumah yang tiba-tiba terasa terlalu besar dan sepi. Rani menghela napas panjang, mencoba menahan derai air matanya.

Bagas, memecahkan kesunyian, "Nah, sekarang kita bisa mulai lagi, mengingat jaman dulu. Bagaimana kalau besok kita mulai dengan sarapan di Warung Pak Min? Seperti dulu, sebelum Ardi lahir."

Rani menoleh, sedikit terkejut tapi kemudian tersenyum, "Kamu ini, selalu tahu cara membuat aku tersenyum. Tapi kamu ingat nggak sih, dulu kamu selalu komplain tentang sambalnya yang kepedasan?"

Bagas tertawa, "Itu sih bagian dari kenangan juga, kan? Lagipula, sekarang kan aku sudah terbiasa dengan level pedas Ibu mertua."

Mereka berdua tertawa, berjalan masuk ke rumah dengan tangan saling menggenggam. Meski berat, ada rasa lega dan harapan yang mulai tumbuh di antara tawa dan kenangan lama. Hidup baru mereka berdua, tanpa Ardi di samping, kini resmi dimulai.

Episode 2: Kenangan di Atap Kafe

Siang itu, Bagas membawa Rani ke sebuah kafe atap terbuka yang cukup terkenal di kota mereka. Kafe itu menyajikan pemandangan kota yang memukau dengan semilir angin yang sejuk. Bagas memilih tempat duduk yang strategis, di sudut yang nyaman dengan pemandangan terbaik.

Sesampainya di meja, Rani mengamati sekeliling, "Tempat ini mengingatkan aku pada kafe kecil di Malang tempat kita dulu bersembunyi dari hujan saat bulan madu, ingat?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun