Sementara itu, "Kembali kepada Ketuhanan" memiliki nuansa yang berbeda. Lebih pada pencarian esensi spiritual yang tidak dibatasi oleh batas-batas agama tertentu. Ini lebih bersifat pribadi dan internal.Â
Anggaplah ini sebagai perjalanan dalam diri sendiri untuk menemukan, memahami, dan mungkin merangkul aspek ketuhanan yang lebih universal. Ini bukan tentang mengikuti aturan atau dogma, melainkan eksplorasi dan pengalaman spiritual yang bebas dan pribadi. Di sini, individu berusaha menghubungkan dirinya dengan ketuhanan atau alam semesta dengan cara yang sangat pribadi dan seringkali non-tradisional.
Perbedaan antara kedua gagasan ini menunjukkan bagaimana religiusitas dan spiritualitas, meskipun sering kali saling terkait, dapat memberikan jalan yang berbeda untuk memahami dan membangun ikatan dengan Tuhan.Â
Religiusitas menghadirkan kerangka dan rasa memiliki, sedangkan spiritualitas menonjolkan pencarian pribadi dan perjumpaan individu. Terlepas dari perbedaannya, kedua pendekatan ini memberikan pemahaman yang sangat berharga mengenai cara manusia berinteraksi dengan yang transenden dan berupaya menemukan makna dalam keberadaan-Nya.
Perspektif Filsafat
Dalam dunia filsafat, kita memandang "Kembali pada Tuhan" dan "Kembali kepada Ketuhanan" dari sudut pandang yang lebih abstrak dan universal. Filsafat, dengan kecenderungannya untuk menanyakan dan mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang keberadaan, memberikan wawasan unik dalam memahami kedua konsep tersebut.
Mari kita mulai dengan "Kembali pada Tuhan". Dari sudut pandang filosofis, hal ini melampaui bidang ketaatan beragama. Ini lebih tentang pencarian kebenaran dan pemahaman yang lebih tinggi tentang Tuhan atau ketuhanan melalui penggunaan akal dan logika.Â
Pengejaran ini dapat dikonseptualisasikan sebagai pengembaraan intelektual, di mana seseorang berusaha keras untuk menemukan solusi atas pertanyaan mendalam mengenai kehadiran wujud ketuhanan, esensi wujud tersebut, dan keterkaitan antara wujud tersebut dengan alam semesta. Para filsuf seperti Santo Thomas Aquinas atau Al-Ghazali mengemukakan argumen rasional untuk memahami Tuhan, mencoba menjembatani kesenjangan antara iman dan akal.
Sekarang, mari kita beralih ke "Kembali kepada Ketuhanan." Dalam filsafat, hal ini sering kali berarti mencari integrasi antara prinsip-prinsip ketuhanan dan kehidupan sehari-hari. Ini bukan semata-mata soal memahami gagasan tentang ketuhanan, tetapi juga menerapkan pemahaman itu dalam keberadaan kita.Â
Sebagai ilustrasi, panteisme atau panentheisme memandang Tuhan sebagai unsur alam semesta yang tidak dapat dipisahkan, sehingga menumbuhkan gagasan bahwa kita semua saling berhubungan dan bahwa Tuhan hadir dalam segala hal. Hal ini mendorong individu untuk memahami dunia dan hubungan antarpribadi mereka melalui prisma kesatuan dan interkonektivitas.
Dalam kerangka filosofis, kedua gagasan ini mengajak kita untuk menyelidiki dan merenungkan hubungan kita dengan Yang Mahakuasa. Hal ini melampaui sekedar iman, mencakup cara pemahaman kita tentang ketuhanan membentuk persepsi kita tentang alam semesta, keberadaan kita sendiri, dan sesama manusia.Â
Baik melalui wacana teologis, eksplorasi eksistensial, atau integrasi spiritual, "Kembali pada Tuhan" dan "Kembali kepada Ketuhanan" dalam filsafat mengundang kita pada perjalanan intelektual dan spiritual yang mendalam dan beragam.