Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hukum adalah Permainan

28 Januari 2024   23:59 Diperbarui: 29 Januari 2024   00:03 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sut Gajah. (Sumber: naknikbali.wordpress.com)

Hukum adalah Permainan: Membun*h atau Menindas

Ketika akan menentukan siapa yang berhak lebih awal dalam suatu permainan biasanya dilakukan cara "sut/suten/pingsut". Sut yang lazim di Indonesia adalah menggunakan tiga jari: jempol sebagai Gajah, telunjuk sebagai Manusia dan kelingking sebagai Semut.

Ada tiga aturan permainan sut yang tidak boleh dibantah: semut menang melawan gajah, manusia menang melawan semut, gajah menang melawan manusia. Jika kemudian ada yang berusaha mengubah aturan permainan seperti:

1. Semut bisa menang melawan manusia dengan asumsi "gajah kalah oleh semut karena semut bisa masuk telinga gajah" maka berlaku pula "semut pun bisa masuk ke telinga manusia"

2. Gajah bisa menang melawan semut dengan asumsi "gajah menang karena bisa menginjak manusia" maka berlaku pula "gajah pun bisa menginjak semut"

3. Manusia bisa menang melawan gajah dengan asumsi "manusia menang karena bisa mengakali semut" maka berlaku pula "manusia pun bisa mengakali gajah"

Jelas permainan menjadi kacau.

Sut Gunting. (Sumber: naknikbali.wordpress.com)
Sut Gunting. (Sumber: naknikbali.wordpress.com)
Selain sut tiga jari, terdapat sut model kedua yaitu menggunakan tiga isyarat tangan: jari telunjuk dan tengah sebagai Gunting, tangan mengepal sebagai Batu dan tangan terbuka sebagai Kertas.

Aturan permainannya adalah batu mengalahkan gunting, gunting mengalahkan kertas, dan kertas mengalahkan batu. Seperti sut model pertama, model kedua juga ada yang mencoba mempersoalkan aturan permainan.

Sut model pertama berkonsep untuk mengalahkan lawan adalah dengan cara saling membun*h, tentunya dengan "tangan kosong". Berbeda dengan sut model kedua, konsep yang digunakan adalah saling menindas.

Memang dalam suatu permainan yang dicari adalah siapa yang menang dan siapa yang kalah. Walaupun sut model kedua terlihat lebih humanis, tetap saja bermakna siapa yang lebih superior.

Jika aturan permainan dianalogikan sebagai hukum yang harus ditegakkan, lalu mengapa berbalik menjadi hukum adalah permainan?

Hukum bukan masalah siapa yang terkuat atau siapa yang lebih mampu bersiasat. Hukum semestinya adalah masalah mengembalikan keseimbangan keadilan antara pihak yang bersengketa.

Pertanyaan berikutnya, apakah benar belajar hukum itu belajar mencari kelemahannya lalu melemahkannya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun