Jangan terlalu berpaku pada peribahasa "Ada gula ada semut".Â
Lalu berpaham bahwa "Ada gula pasti ada semut".Â
Kita lihat dulu masalahnya:
apakah gulanya ada di dalam wadah tertutup atau tidak? atau, gulanya sengaja diletakkan di depan semut? atau, semutnya sengaja diletakkan di depan gula? atau gula dan semutnya sengaja diletakkan di dalam satu wadah tertutup?Â
Jangan-jangan kita sedang terkena semacam "disleksia" karena "hallo effect", sehingga terbaca sebagai "Ada semut ada gula", atau "Semut ada gula ada", atau "Gula ada semut ada".Â
Berpaham bahwa di sekitar gula pasti ada semut itu sangat berbahaya.
***
Mari kita renungkan pemikiran tersebut di atas.
Refleksi filosofis ini mengeksplorasi konsep persepsi, realitas, dan implikasi asumsi dalam memahami dunia. Pepatah "Ada gula, ada semut" seringkali diartikan menggambarkan hubungan sebab akibat yang sederhana: kehadiran suatu fenomena (gula) otomatis mengundang kehadiran fenomena lain (semut). Namun refleksi ini mengajak kita untuk mempertanyakan dan menggali lebih dalam konteks dan kondisi yang mendukung atau menolak asumsi tersebut.
Filsuf kontemporer, yaitu Daniel Kahneman dan Amos Tversky (1974) dalam bukunya "Thinking Fast and Slow", menjelaskan dampak bias kognitif terhadap persepsi kita tentang kausalitas, seperti yang dicontohkan oleh "efek halo" dalam analisis ini. Dalam konteks "Ada gula dan ada semut", seseorang mungkin terlalu cepat mengambil kesimpulan tanpa mempertimbangkan variabel lain yang berperan. Misalnya, keberadaan gula dalam wadah tertutup tidak akan menarik perhatian semut, namun jika anggapan ini diabaikan, orang mungkin masih percaya akan munculnya semut.