Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengurai Stigma terhadap "Sad Boy"

11 Januari 2024   13:00 Diperbarui: 11 Januari 2024   13:05 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fenomena "sad boy". (Sumber gambar: Freepik.com)

Dalam konteks budaya Indonesia yang kaya, emosi harus dilihat sebagai bagian dari kecerdasan emosional, bukan sebagai kelemahan. Mempromosikan konsep ini akan membantu para pria untuk lebih terbuka dalam mengekspresikan perasaan mereka dan membangun hubungan yang lebih positif dengan orang lain.

Media juga memainkan peran penting dalam mengubah narasi tentang maskulinitas dan emosi. Ketika media mulai menampilkan lebih banyak contoh pria yang sehat secara emosional dan terbuka dengan perasaan mereka, ini akan membantu mengurangi stigma dan memberikan contoh peran yang positif bagi para pria muda di Indonesia.

Dengan memahami pentingnya emosi pada pria, masyarakat Indonesia dapat bergerak menuju pemahaman yang lebih inklusif tentang maskulinitas dan emosi. Hal ini tidak hanya akan membantu mengurangi fenomena "sad boy," tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara emosional, di mana setiap orang merasa aman untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa takut dihakimi atau distigma.

Membangun Masyarakat yang Mendukung Ekspresi Emosi Pria

Langkah terakhir dalam memahami dan mendukung ekspresi emosi pria di Indonesia adalah melalui pembangunan masyarakat yang inklusif dan mendukung. Masyarakat yang sehat secara emosional tidak hanya menguntungkan pria, tetapi juga semua anggotanya, dan ini dapat dicapai melalui beberapa cara.

Pertama, penting untuk mengadakan dialog terbuka mengenai kesehatan mental dan emosi di berbagai platform, termasuk media sosial, forum komunitas, dan diskusi kelompok. Melalui dialog ini, bisa dibangun pemahaman bahwa memiliki dan mengekspresikan emosi, termasuk kesedihan atau ketakutan, adalah hal yang normal dan sehat. Dialog semacam ini juga dapat membantu mengurangi stigma sosial terhadap pria yang mengungkapkan perasaan mereka.

Kedua, peran pendidikan dalam membentuk pemahaman tentang emosi sangat penting. Sekolah dan universitas bisa menjadi tempat yang aman bagi pria muda untuk belajar tentang emosi dan bagaimana mengelolanya. Program pendidikan yang melibatkan diskusi tentang emosi, kesehatan mental, dan keterampilan hidup dapat membantu membentuk generasi muda yang lebih kuat secara emosional.

Ketiga, pentingnya akses terhadap layanan kesehatan mental yang berkualitas. Pemerintah dan organisasi kesehatan harus bekerja sama untuk meningkatkan akses ini, terutama di daerah-daerah yang masih kekurangan fasilitas kesehatan mental. Dengan layanan yang lebih baik, individu yang membutuhkan bantuan untuk mengelola emosi mereka dapat mendapatkan dukungan yang diperlukan.

Keempat, setiap individu di masyarakat memiliki peran dalam mendukung perubahan ini. Dari memulai percakapan tentang emosi dalam keluarga, mendukung teman yang sedang berjuang dengan masalah emosi, hingga berpartisipasi dalam program-program komunitas yang mendukung kesehatan mental. Setiap tindakan, sekecil apa pun, dapat membantu membangun masyarakat yang lebih empatik dan mendukung.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, masyarakat Indonesia dapat bergerak menuju pemahaman yang lebih inklusif tentang maskulinitas dan emosi. Hal ini tidak hanya akan membantu mengurangi fenomena "sad boy," tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara emosional, di mana setiap orang merasa aman untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa takut dihakimi atau distigma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun